Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tak akan segan menegur bekas anggota Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) yang bersikukuh menerapkan standar keberlanjutan lebih tinggi dari ketentuan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir mengatakan tidak ada lagi standar lain setelah IPOP membubarkan diri pascapertemuan di Kementerian Koordinator Perekonomian dan melebur ke ISPO pada akhir Juni.
"Ya nanti kami tegur. Sudah jelas kok. Kan tidak ada lagi IPOP. Anggotanya sudah bubar," tegasnya, Selasa (12/7/2016). Soal bentuk teguran, Gamal berujar masih akan merundingkannya dengan pihak Kemenko Perekonomian.
Tak lama setelah IPOP mengumumkan pembubaran, pada awal bulan ini organisasi beranggotakan enam raksasa sawit itu menyatakan akan tetap menerapkan kebijakan keberlanjutan perusahaan masing-masing kendati di sisi lain sepakat berkolaborasi dengan pemerintah (Bisnis, 2/7).
Enam anggota IPOP mencakup Golden Agri Resources, Wilmar International Limited, Asian Agri, Cargill, Musim Mas, dan Astra Agro Lestari, menguasai 13% produksi minyak sawit mentah nasional dan menguasai 1 juta hektare atau 20% dari total konsesi lahan sawit korporasi di Tanah Air.
"Komitmen ini (berkolaborasi dengan pemerintah) tetap kami laksanakan sambil terus fokus pada penerapan kebijakan keberlanjutan perusahan untuk melindungi dan melestarikan lingkungan, memberdayakan petani plasma dan independen serta untuk mencapai 100% keterlacakan rantai pasok," kata Direktur Asian Agri Freddy Widjaya.
Gamal melanjutkan perusahaan nasional hendaknya tak perlu gentar dengan tekanan internasional. Menurutnya, penerapan standar keberlanjutan yang sangat tinggi agar produk sawit laku di pasar dunia hanyalah wujud kegentaran terhadap negara lain.
"Kita terlalu takut dengan negara luar. Jangan takut. Kita nomor satu di dunia CPO-nya. Pasti laku kok. Pakistan, India, Timur Tengah, banyak pasar kita. Jangan mau diatur dan petani kita menderita," ujarnya.