Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AMTI Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok DKI Jakarta

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menolak draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
Sidang bagi pelanggar larangan merokok di Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bali./JIBI
Sidang bagi pelanggar larangan merokok di Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bali./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menolak draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

Pasalnya, sejumlah pasal yang terdapat pada draf Raperda KTR tersebut dinilai bertentangan dengan PP No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, yang mana memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi dibandingkan peraturan daerah.

Ketua Departemen Advokasi dan Hubungan Antar Lembaga AMTI Soeseno mengatakan bahwa sudah seharusnya DPRD dan Pemda DKI Jakarta untuk meninjau ulang Raperda KTR.

"Seharusnya Reperda itu ditinjau ulang dan disesuaikan dengan PP No.109/2012,” ujarnya, di sela Diskusi Efektifitas Rencana Penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta, Selasa (28/6/2016).

Soeseno mencontohkan pada pasal 41 ayat 2 yang mengatur sanksi bagi perokok berupa pembatasan pelayanan administrasi kependudukan dan kesehatan. Menurutnya hal ini jelas pembunuhan perdata yang dilegalkan.

"Pelayanan administrasi kependudukan dan kesehatan merupakan hak perdata bagi setiap warga negara, kalau hal ini dibatasi hanya karena seseorang merokok sudah barang tentu ini upaya pembunuhan," ujarnya.

Selain itu, raperda yang tengah dibahas ini juga sama sekali tidak mengatur kewajiban penyediaan tempat khusus merokok, terutama di tempat kerja dan tempat umum, sebagaimana yang diamanatkan oleh PP 109/2012.

"Raperda KTR DKI tidak hanya melarang total kegiatan merokok, tetapi juga kegiatan lainnya seperti iklan, promosi, penjualan dan pembelian produk tembakau di seluruh kawasan tanpa rokok," terangnya.

Menurutnya usulan ketentuan dalam Raperda KTR DKI tersebut tidak saja merugikan para pabrikan produk tembakau, tetapi juga akan merugikan semua mata rantai industri.

"Semua terdampak, mulai dari pedagang di toko tradisional dan modern, pekerja pabrikan rokok sekaligus petani tembakau dan cengkeh," ujarnya.

Pihaknya berharap, DPRD dan Pemprov DKI akan segera melibatkan dan mendengarkan masukan dari para pemangku kepentingan terkait dengan industri tembakau nasional yang akan terdampak secara langsung akibat kebijakan ini.

Dia menggambarkan bahwa industri hasil tembakau saat ini mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 6 juta masyarakat Indonesia. Selain itu, merupakan penyumbang pajak ketiga terbesar negara, mencapai sebesar Rp173,9 triliun pada 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper