Bisnis.com, JAKARTA - Pasokan gula rafinasi yang terhambat dalam 1,5 bulan terkahir memaksa ribuan industri kecil dan menengah berhenti berproduksi.
Ketua Koperasi Ritel Tambun (Koritan), Soejono mengatakan 95% dari sekitar 1.800 industri mikro dan kecil anggota anggota Koritam telah berhenti berproduksi.
Industri yang memproduksi makanan dan minuman bagi pasar domestik dan ekspor menghentikan operasi karena pasokan gula rafinasi dalam 1,5 bulan terakhir terhenti.
“Sudah 1,5 bulan pasokan hampir tidak ada. Kami tidak dapat pasokan dari pabrik. Kami padahal bayar di depan, pajak juga bayar di depan,” kata Soejono kepada Bisnis.com, Minggu (26/6/2016).
Koritam adalah koperasi yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai penyalur gula rafinasi bagi IKM setelah pemerintah melarang penyaluran gula rafinasi melalui distributor bebas melalui Peraturan Menteri Perdagangan no. 74/2015.
Soejono memparkan pabrik gula rafinasi baru memasok sekitar 6,2% dari kebutuhan gula Koritam sebanyak 93.600 ton per semester. Pasokan tersebut hanya cukup untuk aktivitas produksi 2 hari dari 30 hari produksi setiap bulan.
Dia mengatakan mayoritas pabrik rakyat anggota Koritam yang tersebar di Banten, Jakarta, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menggunakan gula rafinasi karena memasarkan produk mereka ke luar negeri.
Gula rafinasi membuat produk makanan olahan yang dikapalkan ke luar negeri bisa tahan selama 3 bulan hingga 1 tahun. Produk yang sama berisiko berjamur hanya dalam 2 bulan jika menggunakan bahan baku gula kristal putih.
Produk industri kecil menengah lain yang tidak bisa menggunakan gula kristal putih adalah sari kelapa (nata de coco). Gula kristal putih membuat produk sari kelapa terkesan rusak karena menimbulkan warna kekuningan.
“Prinsipnya sebetulnya gula apa saja boleh, tetapi ada makanan tertentu yang tidak bisa karena masalah pasar. Dodol garut, misalnya, sekarang diekspor sampai Uni Emirat Arab. Jika pakai gula kristal putih bisa berjamur sebelum sampai,” kata Soejono.