Bisnis.com, JAKARTA - Permasalahan miss match dalam upaya mengurangi pengangguran kerap terjadi ketika industri telah siap berproduksi tapi tenaga kerja yang tersedia tidak memiliki cukup keahlian.
Maliki, Direktur Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mencontohkan di Solo, Jawa Tengah, terdapat pabrik tekstil yang siap berproduksi dengan kebutuhan 1.000-2.000 tenaga kerja. Namun, pelatihan yang tersedia hanya mampu mencetak 100-200 orang dengan keahlian yang diperlukan.
"Sebenarnya dengan pelatihan itu lebih mudah untuk mendapat pekerjaan terutama di padat karya sehingga mereka bekerja di sektor formal dan mendapatkan upah minimum regional," katanya, di Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Menurutnya, perlu peran pemerintah daerah untuk menggandeng pekerja sektor informal untuk memformalisasi sektor itu, seperti pedagang kaki lima yang harus terdaftar dan memperoleh perlindungan seperti mendapat fasilitas BPJS sebagai pekerja bukan penerima upah.
Dia mengatakan rata-rata penyerapan tenaga kerja sejak 2013 hingga 2015 mencapai 1,4 juta orang. Komitmen investasi yang masuk dalam bidang manufaktur tahun ini diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja sesuai target pemerintah pada 2017 sebanyak 2 juta orang.
Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2016 tercatat sebesar 5,5% atau menurun 0,31% dibandingkan Februari 2015. Sektor pertanian, perdagangan, jasa kemasyarakatan, dan industri masih jadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja.
"Pekerjaan rumah terbesar itu ketika investasi sudah ada dan siap, namun sisi keahlian tenaga kerjanya belum mencukup," ucapnya.