Bisnis.com, KEDIRI - Kepemilikan hak paten dianggap mendesak bagi pengusaha tenun ikat bandar di Kota Kediri agar mampu menembus pasar ekspor tanpa khawatir dijiplak oleh negara lain.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan, dan Energi Kota Kediri Yetty Sisworini mengatakan hak paten yang urung dikantongi sesungguhnya menghambat keinginan mengekspor tenun ikat bandar. Pasalnya tanpa hak eksklusif itu, Pemkot khawatir produk akan ditiru, diklaim, dan diproduksi secara massal oleh negara lain.
"Sebetulnya tenun ini sudah sampai ke Turki, Bangladesh, tetapi tidak pakai nama tenun kami. Mereka pakai nama sendiri. Kan eman (kan sayang)," ungkapnya, Kamis (28/4/2016).
Hak paten sesungguhnya telah diajukan ke Ditjen Hak atas Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, tetapi terganjal oleh kesamaan merek. Nama Medali Mas, salah satu merek tenun ikat bandar, ternyata sudah lebih dulu didaftarkan oleh perusahaan lain ke Ditjen HAKI.
Yetty menuturkan Pemkot dan pengusaha tenun masih berembuk soal perubahan nama sejak hak paten didaftarkan setahun lalu. Bagaimanapun, tutur dia, mengubah nama tidak mudah karena berkaitan dengan sejarah perusahaan dan keluarga.
"Mereka masib berpikir. Sudah kami informasikan soal kendala di Kementerian (Kemenkumham) itu. Saya juga bilang, nanti selak (keburu) dijiplak orang lain," ungkap Yetty.
Ketua Koperasi Usaha Bersama Kampung Tenun Ikat Bandar Kidul Eko Hariyanto pun mengungkapkan kekhawatirannya akan plagiasi jika hak paten tidak segera dikantongi.
Menurutnya, beberapa waktu lalu buyer dari India membeli satu kontainer kain tenun ikat bandar. Namun menurut informasi selanjutnya yang dia dengar, produk itu dijual kembali ke China.
"Di sana [China], motifnya terus dijiplak, lalu printing keluarannya. Nanti bisa-bisa produk itu masuk lagi ke Indonesia sudah dalam bentuk printing," ungkapnya.
Eko menuturkan sembari menunggu keputusan Medali Mas mengubah nama, pihaknya berupaya mendaftarkan merek lain untuk dipatenkan.
Salah satu yang tengah didaftarkan adalah merek AAM Putra, usaha milik Eko. Jika hak paten telah dimiliki, pengusaha tenun yang lain bisa mendompleng merek tersebut untuk masuk ke pasar ekspor.
"Hanya satu nama, tetapi semua sudah bisa ke luar negeri. Saya dapat, teman-teman juga dapat," ujarnya.
Eko menyebutkan 20 industri rumahan yang tergabung dalam KUB memproduksi sekitar 200 potong per hari. KUB tak mempunyai catatan omzet seluruh UKM itu. Namun menurutnya, omzet terbesar diraih oleh Medali Mas, yakni rata-rata Rp500 juta per bulan.