Bisnis.com. JAKARTA - Indonesian Iron and Steel Industry Association mengatakan pengujian slag baja menjadi bahan pencampur aspal akan selesai pada Mei.
Hasil uji laboratorium menunjukkan tidak terdapat kandungan bahan beracun dan berbahaya pada slag baja.
Wakil Ketua Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Ismail Mandry mengatakan pihaknya tengah bekerjasama dengan pemerintah dalam melakukan uji pemanfaatan slag baja menjadi bahan pencampur aspal, meski saat ini slag baja masih dikategorikan sebagai limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).
"Ada kerja sama antara asosiasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam hal ini litbang jalan untuk menafaatkan slag menjadi bahan untuk lapisan pembuatan jalan baik jalan berbeban ringan maupun berat," katanya pada Bisnis, Minggu (3/4/2016).
Saat ini pengujian slag baja untuk pelapisan infrastruktur jalan masih harus harus menunggu waktu tiga bulan setelah pemasangan aspal di daerah Banten yang dilakukan pada awal Maret tahun ini dan bisa terlihat hasil uji lapangannya pada Mei.
Ia mengatakan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh PUPR dan Puslitbang Jalan dan Jembatan menunjukkan hasil bahwa slag baja bukan B3.
Dari segi kekuatan, lanjutnya, dibandingkan dengan batu split atau batu alam lebih kuat tiga kali atau empat kali. Maka untuk selanjutnya, ia mengharapkan slag baja bisa menjadi produk yang bisa diperjual belikan.
"Kami berharap setelah ada pengakuan dari lembaga pemerintah akan dimungkinkan secara undang-undang untuk mengajukan delisting [pengeluaran dari daftar] bahwa slag baja bukan lagi sebagai limbah B3," katanya.
Hingga saat ini industri harus melakukan perlakuan khusus bagi slag baja karena dianggap B3 yang berakibat pada membengkaknya biaya.