Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengeluhkan kebijakan tata ruang lahan di kawasan-kawasan konsesi perkebunan Tanah Air.
Jika produksi sawit terus menurun, Indonesia bisa saja menjadi pengimpor CPO alias bukan lagi eksportir nomor satu.
Ketua Bidang Tata Ruang Gapki Edi Martono mengatakan buruknya tata ruang menjadi biang keladi terjadinya konflik-konflik lahan di daerah. Di lapangan, menurut dia, ada lahan bersertifikat hak guna usaha (HGU), tetapi malah masuk kawasan hutan.
Di sisi lain, Edi mengatakan pengusaha perkebunan kelapa sawit juga harus menerima kenyataan pembatasan ekspansi lahan. Dari 10,4 juta hektare (ha) perkebunan kelapa sawit yang tercatat, sebanyak 43%-nya dikelola para petani.
Padahal, produktivitas kebun kelapa sawit petani tidak setinggi milik pengusaha. Tak mustahil bila dalam beberapa tahun ke depan produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia terus anjlok.
“Tahun ini pertama dalam sejarah produksi sawit turun karena tidak ada pengembangan baru. Bukan tidak mungkin, 20 tahun lagi kita impor CPO, tidak lagi eksportir nomor satu seperti sekarang,” ujarnya dalam acara seminar Konsolidasi Kekuatan Nasional Bebas Bencana Karhutla di Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Sebelumnya, Ketua Umum Gapki Joko Supriyono menyatakan ekspor CPO Indonesia tahun lalu merosot ke angka US$18,5 miliar dari yang biasanya berkisar US$21 miliar.
Pada 2015, produksi CPO nasional sebanyak 32,5 juta ton dengan alokasi ekspor sebesar 26 juta ton.
Meski demikian, tahun lalu menjadi catatan emas bagi industri kelapa sawit Indonesia. Nilai ekspor US$18,5 miliar itu justru menyamai migas, menyusul anjloknya harga emas hitam sepanjang 2015.
“Nilai ekspor untuk tahun lalu sudah menyamai migas, yang selama bertahun-tahun menjadi komoditas andalan kita. Beberapa tahun lagi saya yakin bisa melampaui,” katanya.