Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah menggarap peraturan presiden yang mengintegrasikan target Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) setelah dideklarasikan oleh 193 anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada September 2015 di New York, Amerika Serikat.
Eko Sulistyo, Deputi Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden (KSP) RI, mengatakan pembuatan perpres tersebut telah memasuki tahap penyusunan draf dan akan segera disahkan dalam waktu dekat. Perpres tersebut akan mendorong tiap kementerian untuk bersinergi mewujudkan 17 goals yang juga tercantum dalam Nawa Cita.
“Ada tiga kelembagaan yang menyusun yaitu KSP, Bappenas, dan Kemenlu. Kalau menyangkut pada program yang perlu diimplementasikan maka hubungannya ada di Bappenas, level relasi dan pertanggungjawaban di internasional ada di Kemenlu,” ujarnya di Jakarta pada Rabu (24/2/2016).
Pemerintah juga belum menentukan koordinator program SDGs ini. Namun, fokus utama secara keseluruhan condong kepada pengurangan angka kemiskinan melalui program peningkatan layanan dasar, pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan sebagainya.
Menurutnya, masalah kemiskinan juga terkait dengan pangan karena 60%-70% upah minimum yang diterima masyarakat dihabiskan untuk membeli kebutuhan pangan. Sementara, upah minimum yang diterima pekerja stabil selama setahun itu harus dihadapkan dengan fluktuasi harga pangan.
“Harga sembako sering naik misalnya, ini angka kemiskinan akan meningkat karena pembelanjaan konsumsi sehari-hari untuk pangan, program pangan menjadi penting sekali dalam pencapai SDGs,” ucapnya.
Pada 2030, agenda internasional menargetkan penurunan angka kemiskinan sampai ke titik nol. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin mencapai 28,51 juta atau 11,13% per September 2015. Angka itu berkurang 0,08 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2015.
Sementara itu, pemerintah dalam sasaran pembangunan RPJMN 2015-2019 memproyeksikan angka kemiskinan bisa ditekan hingga 7%-8%.