Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) mengusulkan agar industri perikanan diklasifikasikan sebagai industri padat karya sehingga pelaku usaha bisa mendapatkan insentif fiskal.
“Kami berharap pemerintah bisa memasukkan industri perikanan dalam golongan industri padat karya,” kata Ketua Umum AP5I Budhi Wibowo kepada Bisnis.com, Selasa (23/2/2016).
Pemerintah, dalam Paket Kebijakan Ekonomi VII yang diluncurkan awal Desember 2015, memberikan insentif berupa pemangkasan pajak penghasilan pasal 21 (pph 21) sebesar 50% kepada industri padat karya. PPh 21 adalah pajak penghasilan karyawan yang dibayar oleh perusahaan. Insentif mulai diberikan pada 1 Januari 2016 dan berlaku untuk jangka waktu dua tahun.
Guna mendapatkan insentif itu, pemohon harus memenuhi sejumlah persyaratan a.l. perusahaan berorientasi ekspor (50% dari total produksi) dan mempekerjakan sedikitnya 5.000 orang Indonesia.
Budhi menilai anggota AP5I memenuhi syarat sebagai perusahaan eksportir. Namun, dia mengakui ketentuan 5.000 pekerja terlalu tinggi sehingga perusahaan pengolahan belum termasuk kategori dalam Paket Kebijakan Ekonomi VII.
“Angka itu (5.000 karyawan) juga perlu direvisi agar tidak hanya perusahaan besar saja yang menikmatinya,” tutur pengajar Universitas Ciputra, Surabaya, ini.
Di sisi lain, Budhi juga meminta pemerintah untuk menjamin pasokan bahan baku di unit-unit pengolahan ikan (UPI) yang dikelola anggotanya. Saat ini, tambah dia, anggota AP5I tidak dapat memaksimalkan kapasitas mesin karena pasokan produk perikanan dari hulu tidak mencukupi.
Tanpa melihat kondisi tersebut, pemerintah pelan-pelan justru mencabut daftar negatif investasi (DNI) untuk asing di sektor pengolahan perikanan. Dalam Paket Kebijakan Ekonomi X, pemain asing dibolehkan menguasai saham hingga 100% untuk usaha gudang pendingan (cold storage).
Sebelumnya, dalam Perpres No. 39/2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, modal asing hanya boleh maksimal 33% (67% untuk Indonesia Timur).
“Kalau ada pemain baru (asing) yang ikut berebut bahan baku di area pembelian bahan baku UPI yang sudah ada, jelas akan mempersulit UPI yang sudah ada,” kata Budhi.