Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berniat Masuk TPP, Kata Jokowi Bukan Liberalisasi

Presiden Joko Widodo mengatakan saat ini mau tidak mau memang Indonesia harus masuk dalam kerjasama perdagangan tersebut. Pasalnya, jika tidak bergabung maka produk dari Indonesia.
Presiden Joko Widodo (kanan) berdiskusi dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution saat memimpin Rapat Terbatas membahas Dana Alokasi Khusus (DAK), di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/5)./Antara-Yudhi Mahatma
Presiden Joko Widodo (kanan) berdiskusi dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution saat memimpin Rapat Terbatas membahas Dana Alokasi Khusus (DAK), di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/5)./Antara-Yudhi Mahatma

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah masih terus mengkaji kapan momentum yang tepat untuk masuk Trans Pacific Partnership (TPP), European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU-CEPA) dan -Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Presiden Joko Widodo mengatakan saat ini mau tidak mau memang Indonesia harus masuk dalam kerjasama perdagangan tersebut. Pasalnya, jika tidak bergabung maka produk dari Indonesia.

"Kita masih hitungan-hitungan masuk nggak. Kita siap nggak, punya keuntungan nggak. Ini yang dihitung. Mau nggak mau kita masuk, tapi kapannya ini yang dihitung," katanya di Istana Negara, Senin (22/2/2016).

Menurutnya, dengan masuknya Indonesia ke dalam kerjasama perdagangan tersebut, maka upaya itu bukanlah liberalisasi tetapi keterbukaan.

Adapun, pemerintah telah membentuk Tim Kajian untuk Keanggotaan TPP di bawah supervisi Kementerian Koordinator Perekonomian.

Selain itu, pemerintah juga tengah menyusun Tim Perundingan TPP untuk menangani negosiasi dan telah berkonsultasi dengan Parlemen dalam konteks pendampingan secara legislasi.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengungkapkan seluruh persiapan tersebut akan dituangkan dalam sejumlah Surat Keputusan (SK) setingkat Menteri Koordinator Perekonomian.

"Tadi kami mulai bicara teknis perencanaan, sequences penyusunan tim perunding, kemudian strategi perundingan dan perekonomian secara umum. Jadi kita mesti mulai menentukan apa strategi kita untuk memposisikan diri dalam perdagangan internasional," ujarnya.

Dia menambahkan, sekalipun intensi keterlibatan kian jelas, pemerintah memilih bersikap hati-hati dan akan menghitung secara mendetail biaya dan manfaat yang bisa didapat dari kemitraan perdagangaan semacam ini.

Mendag menyatakan pemerintah memandang Legislatif perlu dilibatkan sejak awal karena muara dari negosiasi adalah ratifikasi regulasi yang dikerjakan Pemerintah bersama Parlemen.

"Trade agreement sering mewajibakan negara untuk mengubah UU. Jadi negara seperti Vietnam, Malaysia bahkan Amerika Serikat dan Australia harus menerbitkan beleid baru, untuk menyesuaikan perundang-undangan dengan kesepakatan agreement yang dicapai," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lukas Hendra TM
Editor : News Editor

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper