Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Badan Usaha Milik Negara akan menyelesaikan perselisihan terkait negosiasi harga jual uap yang buntu antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pertamina (Persero).
Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan Menteri BUMN Rini Soemarno akan memutuskan harga jual uap yang adil untuk tiga Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang 1,2, dan 3 milik PLN yang dikelola PT Indonesia Power.
"Sudah disepakati Menteri BUMN akan mendudukan Pertamina dan PLN untuk memutuskan harga,"katanya di Kantor Wakil Presiden, Kamis(7/1/2016).
Dalam kesempatan tersebut, Sudirman meminta PLN untuk mengubah cara pandang dan mengubah sikap terhadap skema independent power producer (IPP) agar bisa mencapai target produksi energi baru dan terbarukan.
Menurut dia, penyelesaian perselisihan tak perlu melalui mekanisme baru, melainkan hanya menjalankan skema yang sudah ada.
"Nanti kami evaluasi kalau PLN terus menerus, aturan sudah ada, sudah jelas semuanya tinggal dijalankan dan tak boleh dipertanyakan lagi,"tuturnya.
Dia berpendapat, harga jual uap merupaman sesuatu yang bisa disepakati. Jadi tak perlu saling ingin menang sendiri.
"Tadi pesan Wapres juga IPP harus dijadikan partner bukan vendor bukan kompetitor,"tegasnya.
Dalam keterangan resmi, Pertamina, melalui anak perusahaan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), memberi sinyal akan menghentikan pasokan uap untuk PLTP Kamojang 1, 2, dan 3 dengan total kapasitas pembangkitan 140 MW.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan Pertamina telah menawarkan agar kedua perusahaan dapat kembali memperpanjang interim agreement harga jual uap sambil melakukan negosiasi harga sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.
Namun, tidak ada kesepakatan yang dicapai kendati Pertamina telah memberikan penawaran paling lunak dengan perpanjangan interim agreement. Melalui suratnya 29 Desember 2015, PLN justru menyampaikan permintaan kepada Pertamina untuk menutup sumur-sumur uap untuk PLTP Kamojang 1,2, dan 3.
Apabila hingga waktu yang diberikan tersebut PLN belum memberikan tanggapan yang layak, maka per 1 Februari 2016, Pertamina terpaksa harus menghentikan pasokan uap panas bumi untuk pembangkit PLN.