Bisnis.com, JAKARTA--Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki N Nugrahawan mengatakan pemerintah sebaiknya memprioritaskan penyelesaian pembangunan jalan Trans Papua. Berdasarkan kajian ALFI, kereta api akan efisien dalam pengangkutan logistik jika menempuh jarak 500 km atau lebih.
Di bawah 500 km itu belum efisien. Mungkin [kereta di Papua] akan menurunkan biaya logistik, tapi belum tentu harga barang turun, ujarnya, Selasa (6/1/2016).
Perbedaan harga barang di Papua terutama terjadi di Puncak Jaya karena tidak ada akses darat sehingga memerlukan angkutan udara. Dia berharap pemerintah justru dapat memberikan subsidi ke maskapai yang terbang ke kabupaten itu guna mengangkut barang kebutuhan warga.
Data dari Supply Chain Indonesia menyebutkan biaya logistik tertinggi terjadi pada pengiriman semen ke Papua yang mencapai 48% dari nilai barang yang dikirim.
Harusnya angkutan udaranya yang disubsidi. Sebab angkutan lautnya saja sudah mahal karena jarak tempuh, proses bongkar muat, dan perjalanan kontainer dari Papua cenderung kosong, katanya.
Sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai pengembangan jaringan kereta api di Papua dapat mengurangi tingginya biaya logistik. Secara makro, pemerintah menargetkan dapat menurunkan biaya logistik dari 27% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 20%.
Direktur Transportasi Bappenas Bambang Prihartono mengatakan target penurunan 7% itu terbagi atas 4% di transportasi laut dan 3% di transportasi darat termasuk kereta api. Menurutnya, disparitas harga di Papua disebabkan oleh jaringan transportasi darat yang buruk.
Dengan terbangunnya jalan dan kereta api itu akan mengurangi [biaya logistik]. Bayangan kita dengan terbangunnya kereta api dan jalannya Trans Papua, estimasi kami dengan 20% tadi, harga semen yang Rp1 juta bisa Rp500.000, ucapnya.