Bisnis.com, JAKARTA – Komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mendistribusikan lahan sawah seluas 9 juta hektare pada petani rakyat masih dipertanyakan. Pada saat yang sama, ribuan hektare lahan disuguhkan pada korporasi-korporasi pemilik modal besar.
Rencana tersebut terungkap sejak masa kampanye Jokowi-JK dan juga tertuang secara eksplisit dalam Sembilan program Nawacita yang diusung Presiden Jokowi. Hingga saat ini, distribusi 9 juta hektare lahan tersebut belum terdengar lagi kelanjutannya.
Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan reformasi agraria yang dijanjikan pemerintah belum memihak pada pertanian rakyat untuk menopang produksi, melainkan justru mengalirkan lahan untuk korporasi besar.
“Di dalam nawacita itu ada rencana mendistribusikan tanah sebesar 9 juta hektare, tapi program reforma agraria itu sudah dibajak oleh kekuatan pasar. Program distribusi tanah ini belum ada kejelasannya,” kata Henry dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (20/12/2015).
Selain tertuang dalam Nawacita, program tersebut secara legal juga termuat dalam UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Penyediaan Lahan Pangan Berkelanjutan.
Amanah tersebut pun tertuang dalam hasil judicial review UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 tahun 2019 yang memuat soal penyediaan lahan seluas 2 hektare untuk petani rakyat.
Henry mengatakan dalam sepanjang tahun ini belum ada pembahasan spesifik di level kementerian terkait mengenai pendistribusian lahan untuk petani tersebut. Dia menyebut petani di daerah produksi kini menghadapi tantangan yang mengancam pengambilalihan lahan mereka.
Hal tersebut secara langsung juga akan memperparah kesejahteraan petani di perdesaan. Saat ini, petani hanya memiliki rata-rata 0,25-0,5 hektare lahan sawah sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
“Padahal potensi tanah yang bisa dikembangkan itu banyak sekali seperti di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Di sana banyak perusahaan perkebunan yang beroperasi tanpa izin, atau perusahaan yang tanahnya berlebihan, maupun perusahaan yang sudah tak layak beroperasi,” kata Henry.
Serikat Petani mencatat konflik agraria pada tahun ini cenderung meningkat, mencapai 231 kasus atau naik 60% dari tahun lalu yaitu 143 kasus.
“Konflik tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan total luas lahan konflik mencapai 770.341 hektare. Dari konflik tersebut, 3 petani tewas dan 194 petani menjadi korban kekerasan. Sebanyak 65 petani dikriminalisasi dan lebih dari 2.700 KK petani tergusur dari lahan pertanian,” jelas Henry.