Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik meminta pemerintah menerapkan kembali pre-shipment inspection untuk produk kimia yang telah diberlakukan standar nasional Indonesia secara wajib.
Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal Asosiasi industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (Inaplas), mengatakan pre-shipment inspection atau inspeksi pra-pengapalan ekspor dibutuhkan untuk melindungi pasar dalam negeri dari barang tak ber SNI.
“SNI wajib itu melindungi produsen dalam negeri, tetapi paket deregulasi yang dilakukan Kemenperin dengan mengeluarkan sejumlah perubahan peraturan berisiko membanjiri pasar dalam negeri dengan barang tak sesuai ketentuan,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (9/12/2015).
Kementerian Perindustrian mengeluarkan lima peraturan perubahan secara berbarengan atas produk kimia yang telah ditetapkan SNI wajib. Peraturan perubahan tersebut berlaku untuk SNI asam sulfat, sodium tripolifosfat, kalsium karbida, seng oksida, dan aluminium sulfat.
Secara garis besar, dalam seluruh peraturan perubahan ini Kemenperin menetapkan pemberlakuan SNI secara wajib dikecualikan bagi produk impor dengan jenis dan nomor pos tarif di luar ketentuan, digunakan untuk penelitian dan pengembangan atau contoh uji dalam rangka penerbitan SPPT-SNI.
Namun, dalam peraturan-peraturan ini ditetapkan perusahaan yang memproduksi dan atau mengimpor hanya diwajibkan menyampaikan realisasi produksi atau impor secara tertulis dan disampaikan secara berkala setiap enam bulan sekali.
Dengan adanya perubahan peraturan ini produsen tidak perlu meminta izin kuota impor serta pemeriksaan dilakukan setelah barang sampai di Indonesia. Kebijakan ini, lanjut Fajar, berpotensi menimbulkan konflik di dalam negeri.
“Jika barang yang datang ke dalam negeri tidak sesuai SNI, mau diapakan. Akhirnya pilihan hanya dua, dijual murah atau dikembalikan ke negara asal. Kalau dikembalikan ke negara asal, siapa yang menanggung,” tuturnya.