Bisnis.com, INDRAMAYU—Kalangan nelayan di Jawa Barat menolak pengukuran ulang kapal oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan karena dinilai tidak memiliki landasan aturan yang jelas.
Ketua Koperasi Mina Laksana Mukti Jabar Ono Surono mengatakan pengukuran kapal biasanya di Kementerian Perhubungan melalui kesyahbandaran di daerah, yang prosedurnya berdasarkan permintaan nelayan, bukan dari instansi terkait.
“Hingga kini ukur ulang kapal yang wacananya dikeluarkan KKP tidak berjalan, salah satunya karena semua nelayan di Indramayu sepakat menolak,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (24/11/2015).
Ono mengungkapkan wacana ukur ulang kapal yang dikeluarkan KKP jelas bertentangan dengan peraturan sebelumnya.
Menurutnya, apabila tujuannya untuk pendataan, seharusnya KKP berkoordinasi dengan kementerian terkait [Kemenhub], dan KKP seharusnya mempermudah izin pembuatan kapal bukan mengaudit.
Selama ini, nelayan merasa kesulitan mengurus perizinan salah satunya waktu yang lama akibat alur perizinan yang panjang.
“Dulu nelayan bisa buat dulu kapalnya, baru mengajukan izin. Sekarang berubah, nelayan harus terlebih dulu mengajukan izin kepada KKP sebelum membuat kapal,” ujarnya.
Kendati demikian, sebenarnya para nelayan tidak mempermasalahkan perubahan mekanisme perizinan yang penting proses perizinannya bisa cepat. Selama ini, pengurusan surat izin penangkapan ikan membutuhkan waktu 2--3 bulan yang dianggap terlalu lama.
Ono menambahkan, kinerja positif KKP seperti pemberantasan kapal asing ilegal di perairan Indonesia seharusnya diimbangi dengan kinerja optimal untuk melayani perizinan nelayan lokal.
“KKP seharusnya mampu mengeluarkan program pengurusan perizinan cepat, seperti yang dilakukan instansi lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Di lain pihak, Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Jabar mengharapkan kewenangan pendataan kapal sebaiknya ditangani satu instansi, sebab selama ini masih tumpang tindih.
Presidium SNI Jabar Budi Laksana mengatakan selama ini pendataan kapal nelayan melibatkan berbagai instansi, sehingga menyulitkan nelayan untuk melaut.
"Dikhawatirkan kapal mereka belum terdata sehingga memicu persoalan. Pendataan kapal juga diragukan karena kewenangannya tumpang tindih antara pihak pemerintah provinsi dan KKP," ujarnya.
Tumpang tindih kewenangan membuat nelayan bingung seperti untuk kapal di bawah 30 GT [gross tonnage] yang biasanya kewenangan pemprov, kadang ditangani juga oleh KKP.
Berdasarkan catatan Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Jabar menyebutkan saat ini 38% dari total nelayan di Jabar yang berjumlah 180.000 orang, masih mengandalkan pencarian ikan di pesisir pantai. Adapun, 92% dari total 18.000 unit kapal masih di bawah 5 GT.