Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) mengimbau agar pelaku industri tetap melakukan diferensiasi produk untuk mempertahankan pangsa pasar. Putra Narjadin, Ketua II AKLP, menjelaskan bahwa saat ini 60% proyek gedung perkantoran mewah di Indonesia masih menggunakan produk jadi dari China.
“Makanya kita perlu membuat produk yang tidak bisa ditawarkan mereka, yang lebih unggul. Misalnya produk yang ukurannya besar sekali. Kalau bagi mereka sulit dikirim ke sini karena tidak muat di kontainer. Yang seperti itu,” katanya, Kamis (19/11/2015).
Saat ini, kapasitas kaca lembaran nasional berkisar 3.000 ton per hari dengan porsi ekspor 30%. Adapun nilainya berkisar US$1,4 miliar. Dia mengatakan bahwa untuk melindungi produsen produk jadi kaca nasional, AKLP bersama Kementerian Perindustrian sedang menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib untuk produk jadi kaca.
“Kami harap akhir tahun depan sudah ada. Prosesnya memang panjang. Pengalaman sebelumnya, untuk SNI Wajib kaca lembaran itu prosesnya sampai tiga tahun. Karena kan itu harus ke WTO [World Trade Organization] juga,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa saat ini produsen lokal untuk produk jadi masih kesulitan bersaing dengan produk impor dari China yang jauh lebih murah karena industrinya lebih efisien.
“Kalau yang lain masih bicara MEA [Masyarakat Ekonomi Asean], kami dari 5 tahun lalu sudah berhadapan dengan yang lebih besar, China. Produk kaca dari China itu bea masuknya sudah 0%,” katanya.
Dia mengatakan jika pemerintah tidak bisa melindungi melalui bea masuk, setidaknya pemberlakuan SNI wajib bisa sedikit menghalau barang impor.