Bisnis.com, JAKARTA--Pelonggaran sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) terhadap 15 kelompok produk diklaim dapat mengakibatkan tertutupnya akses produk tersebut ke pasar Uni Eropa (UE).
Hal itu disampaikan secara bersama oleh Environmental Investigation Agency (EIA) yang berbasis di London, dan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) yang berada di Jakarta.
Keduanya menyatakan Peraturan Menteri Perdagangan No.89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Industri Kehutanan menyabotase kesepakatan perdagangan kayu UE dan Indonesia yang telah dirundingkan cukup lama sebelumnya.
"Tidak ada pemeriksaan yang akan dilakukan untuk menjamin perusahaan-perusahaan tersebut benar-benar melakukan kewajibannya, dan hal ini membuka peluang besar untuk memasukkan kayu tak bersertifikat atau ilegal ke dalam rantai pasok," kata Zainuri Hasyim, Dinamisator JPIK dalam keterangannya yang dikutip Bisnis.com, Minggu (8/11/2015).
Dia menuturkan peraturan tersebut juga sudah menyebabkan protes Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Duta Besar UE untuk Indonesia telah melayangkan suratnya.
Zainuri memaparkan peraturan baru Kementerian Perdagangan justru menunjukkan tidak adana konsistensi untuk perbaikan tata kelola hutan melalui SVLK.
"Peraturan Kementerian Perdagangan tersebut semacam memberikan ‘pintu belakang’ bagi sekelompok perusahaan elit yang memiliki koneksi tingkat tinggi," kata Faith Doherty, Pemimpin Kampanye Hutan EIA.
Dia menuturkan hal itu akan membuat Indonesia-EU Voluntary Partnership Agreement terganggu dan harus dirundingkan ulang. Doherty menegaskan peraturan baru, yang bertujuan untuk deregulasi itu, justru harus segera diamandemen.
"Hal ini akan menyebabkan VPA harus dirundingkan ulang, atau harus didesainnya kembali sistem perizinan SVLK, atau pemblokiran struktural atas perusahaan-perusahaan yang dibebaskan tersebut dari pasar Uni Eropa," katanya.