Bisnis.com, JAKARTA- Alkisah, tujuh orang pemuda tertidur pulas selama 309 tahun di dalam gua ketika sedang bersembunyi menghindari hukuman dari raja Dikyanus yang sangat kejam ketika keinginannya tidak dipatuhi.
Tidur pulas yang awalnya diyakini hanya satu jam terbantahkan ketika ketujuh pemuda ini mencari makanan ke pasar. Zaman, mata uang, pemerintahan, pembangunan kota telah berubah drastis hanya dalam sekejap mata.
Kisah ini seperti terulang di Tanah Air. Setelah puluhan tahun roda perekonomian berputar, hari ini publik terhenyak dengan kegagahan ekonomi negara tetangga yakni Vietnam dengan sejumlah prestasinya.
Pada semester pertama tahun ini pertumbuhan ekonomi Vietnam mencapai 6,28% naik dari 5,18% pada periode yang sama tahun lalu dan 4,9% pada 2013. Konsumsi baja 2014 melonjak 22,7% dibandingkan 2013.
Kegagahan tidak berhenti di situ, lima tahun lalu ketika ekspor industri persepatuan Indonesia mencapai US$2 miliar, ekspor Vietnam hanya US$400 juta. Kini ekspor negara itu telah mencapai US$12 miliar sementara Indonesia masih US$4 miliar.
Di bidang lain, kendati di atas kertas industri tekstil Indonesia lebih unggul dari Vietnam, tapi data asosiasi menunjukkan kinerja ekspor Vietnam telah mencapai US$28 miliar, sementara Indonesia hanya US$13 miliar. Lagi-lagi publik terhenyak.
Bahkan, kini Vietnam dengan percaya menjalin kerja sama perdagangan bebas dengan Uni Eropa, di mana pembebasan tarif dalam scoping paper-nya mencapai 99% serta bergabung dengan blok dagang trans pacific partnership untuk memperluas pasar ekspor. Di mana Indonesia?
Kinerja kinclong ini tentu tak turun dari langit. Center for Public Policy Transformation, lembaga riset independen, membuat studi yang membandingkan proses perizinan investasi di Vietnam dan Indonesia untuk industri padat karya khususnya furnitur.
Negara ini dipilih karena berperan sebagai kompetitor utama Indonesia. Hasil studi mengungkapkan Vietnam telah memulai sistem pelayanan terpadu satu pintu dengan nama One Door Department sejak 1994. Lembaga ini mengurus seluruh perizinan administrasi investasi baru.
Konsistensi pemerintah untuk meningkatkan investasi tak berhenti di situ. Pada tahun 2000 pemerintah mengeluarkan UU Perusahaan dengan menghapus ratusan mekanisme perizinan kecil yang mengganggu investor.
Enam tahun berselang pemerintah kembali mengeluarkan UU Perusahaan Terpadu (The Unified Enterprise Law) untuk menghapus perizinan-perizinan kecil yang tumbuh kembali walaupun enam tahun lalu telah dihapus.
Peneliti Senior Transformasi Joanna Octavia, mengungkapkan, pada dasarnya budaya pungutan liar birokrat Vietnam dengan Indonesia tidak berbeda jauh. Namun, prosedur perizinan di Indonesia jauh lebih banyak dari negara itu.
Pada tahun 2002, ketika perusahaan membuka pabrik di Vietnam, proses perizinan hanya 20 prosedur dan selesai dalam enam bulan. Sementara itu di Indonesia pada 2011 memiliki 80 dokumen perizinan dan dapat selesai selama tiga tahun.
Sebagai contoh, dari lima jenis izin usaha, empat di antaranya Vietnam mampu memberikan layanan jauh lebih cepat dari Indonesia.Registrasi pajak di Vietnam membutuhkan waktu satu bulan sementara di Indonesia dua bulan.
Pengurusan sertifikat tanah di Vietnam membutuhkan waktu enam bulan sementara di Indonesia tiga tahun. Selanjutnya izin mendirikan bangunan (IMB) di Vietnam selesai dalam satu bulan sementara di Tanah Air tiga bulan.
Selain itu, pengurusan tanda daftar perusahaan di Vietnam hanya memakan waktu tiga pekan sementara di Indonesia dua bulan. Satu perizinan yang lebih cepat di Indonesia hanya sertifikat investasi didapat dalam dua bulan sementara di Vietnam tiga bulan.
Data ini memang tidak apple to apple, karena pada 2011 Indonesia belum menerapkan pelayanan terpadu satu pintu. Negara ini baru menerapkan PTSP kurang lebih satu tahun terakhir. Tentu publik mengharapkan terjadi perubahan besar dalam pelayanan perizinan.
Fakta di lapangan, transformasi mendapatkan tak terjadi banyak perubahan dalam perizinan investasi. Kendati telah satu pintu, perizinan masih terdiri dari banyak desk. Sosialisasi yang kurang baik juga menyebabkan investor masih mendatangi satu per satu kementerian untuk mendapatkan izin.
Selain itu, PTSP di Tanah Air belum mengintegrasikan peraturan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini tentu berbeda dengan sistem pemerintahan Vietnam yang tersentralisasi ketika melaksanakan pelayanan terpadu bukan otonomi daerah seperti Indonesia.
Tidak berhenti di situ, banyak peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat. Salah satu contoh, peraturan pemerintah pusat menyebutkan investasi di dalam kawasan industri tidak perlu mengurus izin gangguan, namun banyak perda mewajibkanhal itu.
Tentu mensinergikan seluruh peraturan tidaklah mudah. Baru-baru ini pemerintah memulainya dengan menerapkan deregulasi. Paket kebijakan ini diharapkan dapat mendongkrak realisasi investasi di Indonesia.
Lagi-lagi proses ini sudah dilalui oleh Vietnam. Sejarah mencatat Vietnam meluncurkan project-30 atau yang dikenal National Public Administrative Reform Project. Program ini menyederhanakan 30% regulasi investasi dalam periode 2007-2010.
Melalui fakta di atas, Indonesia telah tertinggal selama satu dekade dengan Vietnam. Di mana proses perizinan pada 2011 di Indonesia masih lebih rumit ketimbang Vietnam pada 2002. Lantas, apakah deregulasi yang dilakukan pemerintah saat ini mampu berjalan sesuai harapan.
Pada akhirnya waktu yang dapat membuktikannya apakah Indonesia konsisten menghadapi persaingan pasar dengan mempermudah perizinan investasi atau 'tertidur selama 309 tahun seperti para pemuda'.