Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Minta Neraca Daging Industri Dipisah Dari Konsumsi

Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia mendorong pemerintah memisahkan neraca kebutuhan daging sapi dan ayam untuk konsumsi rumah tangga dengan industri pengolahan di Tanah Air
Daging sapi./JIBI
Daging sapi./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia mendorong pemerintah memisahkan neraca kebutuhan daging sapi dan ayam untuk konsumsi rumah tangga dengan industri pengolahan di Tanah Air.

Ishana Mahisa, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia, mengatakan tidak adanya skema pembagian peruntukan daging sapi menyebabkan industri pengguna daging sekunder harus bersaing dengan konsumen rumah tangga di pasar.

“Kapasitas produksi anggota kami mencapai 291.000 ton per tahun. Saat ini industri pengguna daging sekunder harus berebut dengan masyarakat. Akibatnya ketika pasokan daging tengah menipis, harga yang diterima industri tidak stabil,” ujarnya kepada Bisnis.

Selain itu, industri pengguna daging ayam dalam negeri juga tidak diperbolehkan mengimpor mechanically deboned meat (MDM).Sementara pemerintah membuka pintu impor bagi daging olahan asal Malaysia yang menggunakan MDM dari negara lain.

Akibatnya industri daging olahan dalam negeri sulit bersaing dengan Malaysia. Pasalnya, harga MDM yang diimpor produsen Malaysia dari Brazil, Amerika Serikat dan lainnya hanya Rp9.000, sementara MDM lokal berkisar Rp15.000 – Rp20.000.

Selain itu, perlakuan tidak adil juga diterapkan dengan pelarangan impor daging sapi asal India. Industri dalam negeri hanya boleh impor bahan baku dari Australia ataupun Selandia Baru yang harganya sekitar US$6 per kilogram.

Sementara produk hilir daging olahan asal Malaysia diperbolehkan masuk ke Indonesia walaupun menggunakan bahan baku dari India yang notabene belum terbebas dari penyakit mulut dan kuku dengan harganya hanya US$3 per kg.

Akibat hal tersebut, lanjutnya, sejumlah produsen dalam negeri berpotensi beralih menjadi trader ketika agenda masyarakat ekonomi Asean berlangsung secara total pada Desember tahun ini. Selain itu, kebijakan ini hanya menguntungkan produsen multinational companyyang memiliki lini produksi di negara lain.

Di tengah kebijakan yang tidak memihak, industri lokal sepanjang tahun ini juga terpukul dengan daya beli masyarakat yang anjlok. Secara rata-rata, kinerja penjualan industri daging olahan sepanjang semester I turun 9%.

“Industri daging olahan berharap semester II daya beli masyarakat terdongkrak seiring dengan realisasi belanja pemerintah yang tengah berjalan. Selain itu, momen natal dan tahun baru diharapkan berkontribusi menutupi penurunan penjualan semester I,” katanya.

Ishana, mengungkapkan, pemerintah dapat meniru kebijakan yang diterapkan oleh Thailand dan Malaysia dalam mendukung industri. Produsen daging olahan Thailand diperbolehkan impor daging ayam boneless dengan harga rendah untuk memenuhi permintaan dalam negeri.

Sementara peternak ayam Thailand didorong untuk mengekspor ke negara lain seperti Eropa. Hal serupa juga diterapkan oleh Malaysia. Kendati telah swasembada daging, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri, pemerintah Malaysia menerapkan sistem kuota impor daging.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper