Bisnis.com, JAKARTA—Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia menyatakan proyek konversi penggunaan BBM ke BBG untuk kapal di dalam negeri membutuhkan teknologi baru serta anggaran besar.
Tjahjono Roesdianto, Dewan Penasihat Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO), mengatakan biaya pembangunan kapal berbahan bakar gas lebih mahal empat kali lipat ketimbang berbahan bakar minyak.
“Bisa saja kami bangun kapal berbahan bakar gas, tetapi untuk saat ini belum ekonomis. Mesin kapal bertenaga gas baru digunakan sedikit oleh produsen mesin kapal dunia. Bahkan Roll Royce sudah mengakui kapal berbahan bakar gas mahal. Namun semua tergantung konsumen,” ujarnya di Bandung, Sabtu (3/10/2015).
Menurutnya, penandatanganan nota kesepakatan tiga badan usaha milik negara yakni antara PT Pelni, PT ASDP dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) untuk penggunaan gas pada kapal menjadi titik baru dalam industri kapal nasional.
Penggunaan gas pada kapal menjadi tantangan besar bagi produsen, mengingat saat ini dari 250 unit galangan kapal di dalam negeri, 160 galangan untuk membangun kapal baru tingkat utilitasnya hanya 35%. Selain tingginya kebutuhan impor komponen, sumber daya manusia juga menjadi kendala.
Total produksi dari 160 unit galangan kapal tersebut baru mencapai 900.000 deadweight tonnage (DWT). Sementara galangan kapal lain dengan pelayanan reparasi dan perawatan tingkat utilitasnya telah mencapai titik maksimum yakni 85%.
Oleh karena itu, lanjutnya, untuk meningkatkan daya saing galangan kapal dalam negeri, selain membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) komponen, pemerintah harus memacu pertumbuhan industri komponen kapal di dalam negeri dengan menurunkan bunga pinjaman perbankan.
Saat ini, 65% material komponen kapal yang dibangun di dalam negeri harus impor. Material impor ini merupakan kebutuhan utama dari kapal, seperti engine & gear box, shaft & propeller, generator utama, boiler, pompa, purifie,oil water separator dan lainnya.
Kebijakan pemerintah yang berpihak pada pembangunan industri kapal dengan dimulai oleh asas cabbotage telah berdampak pada peningkatan investasi galangan kapal. Sejak 2005 hingga 2014 nilai investasi galangan kapal mencapai US$20,6 miliar serta populasi kapal nasional meningkat 136,7% yakni dari 6.041 unit menjadi 14.300 unit.
Investasi baru dari luar negeri diharapkan dapat meningkatkan kemampuan galangan kapal Indonesia seiring dengan transfer teknologi yang terjadi. Saat ini, industri kapal Indonesia hanya menempati urutan ke 37 dunia, kalah jauh dengan Vietnam dan Filipina di urutan keenam dan 13.