Bisnis.com, SEMARANG - PT Karet Murni Kencana (KMK), melalui anak usahanya PT Selalu Cinta Indonesia (SCI), membangun pabrik sepatu dengan total investasi senilai US$50 juta atau setara Rp740 miliar di Salatiga Jawa Tengah.
Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Salatiga Priyono Soedharto mengatakan pabrik tersebut bakal memproduksi 1,2 juta pasang sepatu yang mulai beroperasi pada 2016.
Pabrik sepatu yang merupakan industri padat karya, kata dia, dapat mengurangi angka pengangguran di Kota Salatiga. Pasalnya, pengoperasian pabrik membutuhkan tenaga kerja sebanyaak 10.000 orang.
“Kemarin (Kamis, 1 Oktober 2015) baru groundbreaking. Tahun depan mulai beroperasi,” katanya kepada Bisnis, Jumat (2/10/2015).
Dia memaparkan pabrik sepatu dengan kepemilikan investor dari Korea Selatan ini akan memproduksi sepatu merek terkenal seperti Eagle yang merupakan brand SCI, Nike serta Converse yang dipasarkan di Jepang dan sejumlah negara di Asia lainnya.
Priyono menyakini investor tertarik Salatiga karena secara geografis tidak jauh dari Ibu Kota Jawa Tengah yakni Semarang dan berdekatan pula dengan Kota Solo.
Selain itu, ujarnya, kebutuhan tenaga kerja di daerah cukup memadai dengan upah buruh tidak terlalu mahal dibandingkan dengan DKI Jakarta dan sekitarnya.
“Pihak investor juga berjanji akan mengajak temannya untuk berinvestasi di Salatiga, apabila usahanya berkembang pesat,” terangnya.
Wakil Wali Kota Salatiga Muh Haris menyambut baik dimulainya pembangunan pabrik sepatu berorientasi ekspor tersebut. Dia mengarahkan para investor bisa masuk ke wilayah Argomulya yang dirancang menjadi kawasan industri dengan harapan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
“Dalam pembangunan ke depan, kami berdoa tidak ada halangan,” terangnya.
Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jateng Sujarwanto Dwiatmoko mengakui kepeminatan investor asing membangun perusahaan di wilayah berpenduduk 33,5 juta jiwa cukup banyak. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain, ketersedian lahan, keuletan tenaga kerja dan upah yang terbilang lebih murah.
Data BPMD Jateng menyebutkan nilai investasi penanaman modal asing (PMA) hingga triwulan II/2015 mencapai US$403 juta atau meningkat 57% daripada triwulan sama tahun lalu diangka US$170 juta.
Adapun, realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada triwulan II/2015 tercatat Rp2,8 triliun atau lebih rendah ketimbang triwulan sama tahun sebelumnya diangka Rp4,3 triliun.
“Kalau dilihat tahunan, investor asing yang masuk ke Jateng semakin bertumbuh. Tahun ini kita diurutan keenam, sedangkan tahun sebelumnya urutan ke-sepuluh,” terangnya.
Sujarwanto mengakui mayoritas industri baru yang membenamkan modal di Jateng yakni industri padat karya, termasuk industri tekstil dan industri sepatu. Mereka tertarik berinvestasi di Jateng karena membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak.
Data Bank Indonesia juga merilis terdapat pertumbuhan kegiatan usaha di Jateng pada triwulan II/2015 dibandingkan triwulan sebelumnya, yang ditunjukkan dengan angka Saldo Bersih Tertimbang (SBT) tercatat sebesar 36,80%, lebih tinggi dibandingkan dengan SBT triwulan I/2015 sebesar 7,55% yang relatif setara dengan periode yang sama tahun sebelumnya 35,90%.
Meskipun kegiatan usaha tumbuh meningkat, kapasitas produksi pada triwulan II/2015 relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi merespon investor baru yang melirik Jateng sebagai lahan produksi. Dengan demikian, katanya, serapan tenaga kerja makin banyak.
Dia mengakui dalam periode satu tahun ini sudah terdapat 1.300-an buruh yang di-PHK. Hal ini karena imbas perlambatan ekonomi dalam negeri dan kenaikan biaya produksi sebagai dampak naiknya harga bahan bakar minyak tahun lalu.
“Walaupun ada karyawan yang di-PHK, kami berharap ada perusahaan yang masuk ke sini. Jadi angka pengangguran tidak membesar,” terangnya.