Bisnis.com, JAKARTA - Pasar industri alat berat diperkirakan turun sekitar 28% pada tahun ini akibat belum berdampaknya proyek infrastruktur dan kurs yang terus melemah.
Ketua Asosiasi Pengusaha Alat Berat Indonesia (Paabi) Djonggi Gultom mengatakan serapan alat berat baik produksi lokal maupun impor hanya sekitar 8.000 unit, jatuh dibandingkan dengan tahun lalu yang melebihi 11.000 unit.
Dia mengatakan proyek infrastruktur yang diperkirakan mulai berdampak pada kuartal keempat tahun ini juga tidak bisa dijadikan tumpuan yang signifikan.
“Kemungkinan ada. Tapi dari waktu pengerjaan, sudah mepet. Desember yang efektif juga hanya dua minggu. Takutnya kontraktor ini menunggu adendum SPK (surat perintah Kerja) dulu, takut tidak dibayar,” ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.
Menurutnya, rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga turut menekan daya beli konsumen sekaligus modal pengusaha yang harus mengimpor, baik produk maupun komponen. “Trennya memang melemah. Sedangkan untuk produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri saja, komponennya juga masih diimpor.”
Ketua Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi) Djamaludin mengatakan bahwa pada saat ini seluruh produsen sedang menunggu adanya perbaikan baik dari sisi kurs maupun harga komoditas. Dia menyatakan hingga kuartal ketiga tahun ini, penjualan alat berat produksi lokal turun 5%.
“Kami prediksi hingga akhir tahun bisa mencapai 6.000 unit [khusus produksi lokal]. Untuk mengejar penjualan 1.500 unit pada kuartal III itu tidak mungkin. Paling di level 1.300, mungkin bisa lebih rendah,” ujarnya.
Dia menjelaskan produsen lokal juga cukup tertekan sebab ketergantungan terhadap bahan baku impor mencapai 60%. “Penjualan memang sudah menurun [dari awal tahun]. Orang membeli sudah tebang pilih. Ditambah nilai rupiah seperti ini, ya semakin terperosok.”
Meski demikian, dia mengatakan bahwa pada kuartal III ini sendiri belum ada perbaikan yang terasa. Menurutnya, produsen telah mengurangi hari kerja dan menghilangkan jam lembur. “Kami tidak ada melakukan pengurangan tenaga kerja. Cuma meliburkan. Yang biasa 5 hari per minggu, ini 3 hari atau 4 hari per minggu. Tergantung perusahaannya,” ujarnya.