Bisnis.com, SEMARANG - Penjualan barang ritel di Jawa Tengah menurun 30% karena dampak pelemahan ekonomi Indonesia serta daya beli masyarakat cenderung stagnan.
Penurunan ini juga disebabkan akibat pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang menembus angka di atas Rp14.000/dolar AS.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Jateng Budi Handoyo memaparkan para pengusaha ritel mengeluhkan perekonomian dalam negeri yang berimbas pada penurunan pendapatan.
Dalam kondisi seperti ini, katanya, mayoritas orang menunda pembelian barang dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan primer.
“Kami sangat prihatin dengan kondisi sekarang, pengaruhnya pada penjualan yang menurun 30%,” ujar Budi, Jumat (18/9/2015).
Menurutnya, paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah belum begitu berdampak bagi kalangan pengusaha ritel. Budi menilai kebijakan tersebut belum menyentuh kalangan masyarakat bawah yang diharapkan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Pihaknya mengakui harga beberapa jenis barang ritel cenderung naik kendati tidak terlalu signifikan.
“Pengusaha tidak berani langsung menaikkan sekaligus, perlu bertahap agar konsumen tidak kaget,” terangnya.
Beruntung, katanya, pengusaha ritel tidak terlalu banyak menyediakan barang dari impor yang bisa mendongkrak harga penjualan.
Budi menginginkan pemerintah bisa melalukan dialog dengan kalangan pengusaha untuk membahas perekonomian dalam negeri yang berpengaruh dari hulu hingga hilir.
“Jangan dipikirkan dari hulunya saja,” papar dia.
Perihal penggunaan media online untuk menunjang penjualan, katanya, saat ini masyarakat belum begitu tertarik untuk membeli barang melalui online kendati toko online kian marak. Menurutnya, karakteristik masyarakat setiap daerah berbeda.
“Apalagi di Jawa Tengah, konsumen ada yang lebih puas membeli barang dengan melihat langsung barang tersebut. Artinya, mereka tetap datang ke toko,” ujarnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang Nurjannah mengatakan para pedagang saat ini mengeluhkan kondisi ekonomi yang melemah. Namun demikian, pihaknya melihat pengusaha yang bergerak di bidang industri kreatif tetap bisa menjalankan lini bisnisnya.
“Bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang kreatif tetap bisa bertahan, walau penjualan tidak sebanyak tahun lalu,” terangnya.
Kendati ekonomi melemah, Nurjannah terus memotivasi pengusaha untuk terus berproduksi supaya tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besar. Dirinya tidak menampik adanya 3.000 buruh dirumahkan sementara lantaran perusahaan menghentikan produksi.
Dari hasil perbincangan dengan pengusaha, kata dia, pelaku usaha akan memerkerjakan kembali karyawan itu saat ekonomi sudah membaik. Ada pula, pengusaha merumahkan karyawan tapi tetap memerkerjakan di anak perusahaannya,” terangnya.