Bisnis.com, JAKARTA– Pelemahan rupiah dinilai tidak berdampak signifikan dalam realisasi investasi oleh investor asing, khususnya untuk sektor makanan dan minuman.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan bahwa investor lebih memerhatikan kepastian regulasi ketimbang manfaat yang diperoleh dari pelemahan rupiah.
“Kalau rupiah lemah jadi peluang investor asing, harusnya sih begitu. Tapi kenyataannya kok tidak ya. Asing itu lebih sensitif soal regulasi,” ujarnya pada Bisnis.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di sektor makanan dan minuman sepanjang semester pertama 2015 merosot 25,6% dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp23,4 triliun. Padahal, target awal Gapmmi untuk investasi pada tahun ini mencapai Rp60 triliun.
“Jadi kalau tahun ini bisa sama seperti tahun lalu, Rp53 triliun, itu sudah bagus,” tambahnya.
Dia menjelaskan dari Rp23,4 triliun raihan investasi pada semester pertama, dikontribusikan oleh penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebanyak Rp14 triliun. Angka ini pada dasarnya merupakan loncatan yang cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp19 triliun untuk periode satu tahun.
Namun di sisi lain, penanaman modal asing (PMA) turun drastis dengan nilai Rp9 triliun. Mestinya jika nilainya konservatif dari tahun lalu, setidaknya realisasi semester pertama ini mencapai setengah dari raihan tahun lalu yang nilainya Rp34 triliun.
Menurut Adhi, jika pemerintah menyeriusi perihal investasi di bidang makanan dan minuman, mestinya pemerintah segera memberikan kepastian dari beberapa regulasi yang masih mengganjal saat ini, seperti regulasi mengenai sumber daya air (SDA) serta jaminan produk halal.
“Hambatan dari sisi regulasi, seperti SDA. Itu sangat menghambat, sehingga BKPM belum bisa memberi izin. Diharapkan pemerintah bisa merespons untuk membuat aturan pengganti Undang-Undang SDA. Minggu lalu saya pantau masih belum ada juga [perkembangannya],” ujarnya.
Pekan lalu, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan bahwa pada dasarnya investor asing bisa memanfaatkan pelemahan rupiah untuk merealisasikan investasi di Tanah Air.
“Ini kesempatan, karena investasi di Indonesia jadi lebih murah. Terlebih industri makanan dan minuman tumbuh 8,46% pada semester pertama. Pertumbuhan yang tinggi, tapi masih bisa ditingkatkan lagi mengingat pada waktu yang sama di tahun lalu melebihi 10%,” katanya.
Menurutnya, target realisasi investasi makanan dan minuman belum perlu direvisi. Dia mengatakan pihaknya tetap berupaya agar target tersebut bisa tercapai, mengingat realisasi pada semester pertama masih cukup baik, termasuk untuk PMDN.