Bisnis.com, Jakarta- Ketua National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai pemerintah harus mulai melonggarkan asas cabotage yang sudah berjalan selama sepuluh tahun.
Dia mencontohkan pada pelayaran di bidang perminyakan, misalnya, pemaksaan asas cabotage justru akan menimbulkan kerugian.
Menurutnya, asas cabotage hanya berkembang di industri kapal niaga nasional pada sektor tertentu. Dia mengatakan pengangkutan bahan mentah seperti bijih besi, semen, pasir, timah, dan lain-lain belum sanggup dipenuhi oleh kapal dalam negeri.
Kapal jenis Handy Max yang berukuran besar masih mengandalkan kapal berbendera asing sehingga menyebabkan biaya tinggi sebab harus double handling.
Kapal-kapal luar negeri tidak bisa pelabuhan langsung ke Indoneisa, harusport to port dari luar negeri ke dalam negeri terus keluar lagi, kalau tidak diizinkan kan biayanya double. Bisa saja sebenarnya kapal itu pulau ke pulau langsung ke luar negeri, ucapnya.
Menurutnya, asas cabotage hanya menguntungkan bagi segelintir pengusaha kapal nasional karena sulitnya akses permodalan dan besarnya biaya perawatan kapal. Sektor yang cukup berhasil, menurutnya, kapal tug and barge yang mengangkut batu bara. Tetapi kapal general cargo masih dikuasai asing.
Sekarang kapal itu hanya boleh mengangkut ekspor-impor, kapal dalam negeri tidak cukup memadai. Alhasil, keterlambatan pengiriman barang dan kepasitas tidak cukup, itu yang dihadapi pembeli di luar negeri, ujarnya.