Bisnis.com, JAKARTA—Menko Kemaritiman percaya Indonesia bisa membangun tanpa harus menggunakan dana, apalagi yang bersumber dari utang luar negeri.
Menko Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan negara ini bisa bebas membangun tanpa utang dengan kebijakan terobosan yang cepat dan tepat, perekonomian Indonesia bisa tumbuh dan rakyat langsung merasakan manfaatnya.
Dia mencontohkan, pasca krisis moneter, industri penerbangan kita jatuh hingga 60%. Saat itu, Indonesia hanya memiliki tiga maskapai. Menurutnya, pemerintah minta agar maskapai menurunkan tarif, agar industri ini kembali bergairah, namun sayangnya para pemain lama tidak mau dengan berbagai dalih dan alasan.
“Saat itu saya Menko Perekonomian. Akhirnya saya keluarkan kebijakan, membuka izin maskapai penerbangan baru. Maka, lahirlah 6-7 maskapai baru, sehingga terjadilah persaingan,” ujarnya, dalam rilis Kemenko Maritim, Rabu (19/8).
Akibatnya, harga tiket turun drastis, dan jumlah penumpang naik hingga 5 kali dibandingkan sebelum krisis.
“Ini menjadi bukti, bahwa untuk membangun tidak harus menggunakan dana, apalagi kalau sumbernya hutang luar negeri,” tambahnya.
Dalam konteks itu, dia menegaskan Indonesia membutuhkan pejabat publik yang punya kemampuan memahami masalah dan berani mengambil tindakan yang out of the box.
“Satu lagi, pejabat harus tidak punya konflik kepentingan,” tukasnya.
Dalam hal ini, Rizal Ramli sengaja menekankan pentingnya membangun tanpa harus mengandalkan utang.
Pasalnya, tingginya utang luar negeri (ULN) akan menekan neraca pembayaran. Ujung-ujungnya, ungkap Rizal, nilai tukar rupiah pun semakin melemah terhadap sejumlah mata uang utama dunia, khususnya dolar Amerika.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), posisi ULN pada akhir triwulan II-2015 tercatat sebesar US$D304,3 miliar. Jumlah itu terdiri atas ULN sektor publik sebesar US$134,6 miliar (44,2%) dan ULN sektor swasta sebesar US$169,7 miliar (55,8%).
Dengan perkembangan tersebut, debt service ratio (DSR) atau rasio utang terhadap pendapatan ekspor adalah 56,3% pada triwulan II-2015. Angka ini sedikit lebih baik dibandingkan 56,9% pada triwulan I-2015.