Bisnis.com, SURABAYA - Kinerja ekspor dan impor yang anjlok di regional, membuat dunia usaha di Jawa Timur dalam keadaan waspada. Pasalnya, nilai ekpor Jawa Timur pada Juli 2015 terjungkal 32,32% ke angka US$1,02 miliar dari sebelumnya US$1,54 miliar pada Juni 2015.
Demikian pula dengan nilai impornya. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur mencatat nilai impor Jawa Timur pada Juli 2015 senilai US$1,12 miliar atau anjlok 37,30% dibandingkan dengan impor bulan Juni yang mencapai US$1,80 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur Sairi Hasbullah mengatakan kondisi depresiasi nilai ekspor dan impor menjadikan kondisi usaha di Jawa Timur kian waswas. Kemerosotan skala regional tersebut bahkan lebih tajam ketimbang penurunan ekspor dan impor nasional.
"Kinerja ekpor dan impor di Jawa Timur jumpalitan, menurun sekali. Ini menunjukkan iklim usaha kurang sehat," katanya di Surabaya, Selasa (18/8/2015).
Menurutnya, banyak hambatan dan tantangan yang ditemui pelaku usaha sepanjang paruh pertama tahun ini. Hal tersebut yang membatasi ekpor komoditas ke luar negeri, terutama ke negara-negara tujuan ekspor Jawa Timur seperti Jepang, Amerika Serikat dan China.
BPS merilis, selama ini komoditas yang paling banyak diekspor ke luar negeri merupakan komoditas nonmigas yang berperan sebesar 96,82% sedangkan sisanya yaitu ekpor migas.
Namun, nilai ekspor komoditas nonmigas pada Juli meluncur dari US$1,4 miliar menjadi US$983 juta atau turun 30,93%.
"Hampir semua kelompok barang ekspor nonmigas yang merupakan barang olahan dan produk-produk industri sangat lemah di pasarkan ke dunia usaha internasional," tuturnya.
Hal tersebut tidak lain dipicu oleh melemahnya permintaan dari negara mitra dagang. Pelamahan itu didorong oleh dampak kelesuan ekonomi yang menimpa beberapa negara di belahan dunia.
Salah satu contoh komoditas ekpor nonmigas yang mengalami penurunan drastis di Jawa Timur adalah sektor perhiasan/logam mulia/permata. Nilai eksor komoditas tersebut pada Juli tercatat US$82 juta atau terjun 64,61% dari US$232 juta pada Juni.
Sairi menjelaskan, penurunan yang sangat tajam di komoditi perhiasan merupakan efek dari kosongnya permintaan dari Swiss, yang mana negara itu bertahun-tahun mendominasi permintaan akan perhiasaan dari Jawa Timur.
"Baru kali ini Swiss absen pesan perhiasaan. Padahal, Swiss adalah gerbang menuju ke Eropa. Biasanya Swiss lah yang menyebar perhiasaan asli Jawa Timur ke seluruh negara di Eropa," terangnya.
Namun, pada Juli Swiss sama sekali tidak masuk dalam daftar importir perhiasan.
Selanjutnya, kemorosotan nilai ekspor nonmigas juga ditemui di komoditas Lemak dan Minyak Hewani/Nabati. Adapun ekspor pada Juli tercatat US$88 juta atau turun 29,84% dari ekspor Juni senilai US$ 125 juta.
Kondisi itu, lanjut Sairi, disebabkan oleh tumbuhnya permintaan di dalam negeri terhadap produk minyak goreng dan mentega menjelang lebaran.
Oleh karena itu, dunia usaha mengalihkan dan memprioritaskan usahanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri ketimbang diekspor ke luar negeri.
Sebaliknya, kondisi impor yang turun drastis juga dinilai membahayakan iklim usaha. Pasalnya, usaha di Jawa Timur sangat bergantung terhadap impor bahan baku, terutama besi dan baja dari China.
"Impor turun signifikan menandakan sektor industri nonmigas sedang ada warning," ujarnya.