Bisnis.com, JAKARTA—Wakil Presiden Jusuf Kalla mengklaim Indonesia siap untuk menghadapi momentum Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan berlangsung pada Desember 2015.
“Siapa bilang tidak siap, justru kita paling siap karena kita paling besar,” tegasnya menanggapi pertanyaan wartawan terkait ketidaksiapan Indonesia menghadapi MEA.
Hal itu disampaikan JK usai menghadiri peringatan 48 Tahun Association of Southeast Asian Nations di Sekretariat ASEAN, Senin(10/8/2015).
Pemerintah, ujar JK, akan berupaya meningkatkan efisiensi dalam proses produksi barang dan jasa sehingga daya saing Indonesia lebih unggul dibandingkan negara Asia Tenggara lain.
Tak hanya efisiensi produksi, tenaga kerja nasional juga harus lebih banyak dan berdaya saing
Menurut JK, negara yang paling efisien dalam hal produktifitas akan mendapat manfaat dan keuntungan paling besar dari transaksi bebas di wilayah Asia Tenggara tersebut.
“Intinya harus lebih efisien, tenaga kerja harus lebih banyak dan pintar, karena ada kebebasan bergerak barang, jasa, dan orang. Selama kualitas baik akan menambah keuntungan seperti itu,”jelasnya.
Sebelumnya, Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih menyebutkan Indonesia masih memiliki kendala di berbagai sektor dalam menghadapi MEA.
Jika dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, Indonesia dinilai paling banyak memiliki bidang yang belum siap menjalankan perdagangan bebas.
Lana menilai keanggotaan negara-negara Asia Tenggara dalam MEA pada dasarnya bersifat kesukarelaan.
Oleh karena itu, Indonesia tak perlu takut mundur dari keanggotaan MEA jika merasa belum benar-benar siap.
“Kalau mau introspeksi lebih dalam lagi, Indonesia bisa saja mundur. Kalau dasarnya (jadi anggota MEA) kesukarelaan, tak perlu takut karena sebenarnya tak terlalu urgent, lebih baik memperbaiki kondisi internal di dalam negeri terlebih dahulu,”papar Lana.
Menurut dia, momentum globalisasi di antara negara di kawasan Asia Tenggara kurang tepat seiring pelemahan pertumbuhan ekonomi regional.
Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing juga dianggap sebagai kelemahan karena akan menghambat efisiensi produksi nasional.