Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Perindustrian akan melakukan pembahasan khusus dengan Kementerian Perdagangan terkait rekomendasi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia atas penerapan bea masuk tindakan pengamanan impor kertas sebelum diajukan kepada Kementerian Keuangan.
Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri AgroKemenperin, mengatakan pengamanan pertumbuhan industri hulu dan hilir kertas dalam negeri harus terus dilakukan. Dengan demikian dibutuhkan kebijakan yang saling mendukung dalam menjaga harmoni.
Hulu dan hilir, dua-duanya sama penting. Yang lebih utama kedua sektor harus saling mendukung agar industri dalam negeri semakin kuat. Jangan sampai ada salah satu dari hulu dan hilir yang tidak harmonis, ujarnya di Jakarta, Kamis (2/7/2015).
Rekomendasi KPPI terkait pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap impor produk kertas dan kertas karton dilapisi, tidak termasuk kertas uang pada 12 nomorharmonized system,menurutnya lebih tepat dikenakan hanya pada produk yang belum diproduksi di Indonesia.
Penentuan nomor HS yang dikenakan BMTP harus dilakukan dengan selektif. Jika dalam kajian Kemenperin dari 12 nomor HS tersebut ada yang belum diproduksi di dalam negeri, maka tidak boleh diberlakukan BMTP.
Selain selektif dalam menentukan BMTP pada nomor HS, produsen kertas hulu dalam negeri juga harus menjamin ketersediaan bahan baku kertas untuk industri hilir. Ketersediaan barang harus diiringi dengan harga yang bersaing dengan internasional.
Nanti kami komunikasikan dengan Kementerian Keuangan dan Perdagangan. Dirapatkan dahulu dengan Kemendag baru bersama-sama ke Kementerian Keuangan. KPPI juga lembaga negara, maka usulannya juga harus diperhatikan, katanya.
Jimmy Juneanto,Presiden Persatuan Pengusaha Grafika Indonesia (PPGI), mengatakan dari 12 nomor HS yang direkomendasikan dikenakan BMTP, terdapat sejumlah nomor HS yang belum diproduksi di dalam negeri.
Seharusnya yang diajukan BMTP itu hanyacoated paperdengan gramasi yang telah diproduksi produsen dalam negeri. Jangan merambat ke produk yang belum ada di dalam negeri. Nomor HS yang belum diproduksi di dalam negeri, persisnya kami tidak hafal, katanya.
Menurutnya, jika impor produk kertas dikenakan BMTP, maka harga jual di dalam negeri akan naik mengikuti besaran bea masuk. Selain itu, harga jual produk dalam negeri seharusnya dapat setara dengan harga internasional untuk menjaga daya saing produk hilir.
Industri grafika Indonesia menurutnya memiliki potensi yang cukup baik untuk terus dikembangkan. Apalagi bahan baku kertas berlimpah di Indonesia, dan menjadikan Indonesia sebagai produsen kertas terbesar di Asean dan nomor tujuh di dunia.
Saat ini, sejumlah produsen kertas dalam negeri bahkan mengekspor kertas belum cetak sebanyak enam juta ton per tahun. Jika produk setengah jadi itu diproduksi di dalam negeri dapat meningkatkan nilai tambah hingga 30%-50%.
Menurutnya, ekspor produk cetakan Indonesia saat ini hanya US$200 juta. Kendati sebagai produsen kertas nomor satu di Asean, nilai ekspor produk cetak kalah jauh dari Singapura yang mencapai US$1,6 miliar.
Padahal Singapura tidak punya pabrik kertas. Jadi potensi industri grafika Indonesia masih luar biasa. Jika ini terus dikembangkan akan lebih baik.Kami minta BMTP ini tidak diterapkan, katanya.
Dia mengatakan impor kertas untuk seluruh jenis saat ini hanya sekitar 77.000 ton. Jumlah tersebut sebagian belum diproduksi di Indonesia. Angka impor tidak berbahaya jika dibandingkan dengan total produksi Indonesia yang mencapai 12 juta ton per tahun.