Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri serat sintetis meminta pemerintah memberlakukan safeguard untuk menyelamatkan industri dan memastikan rantai suplai dari hulu ke hilir.
Pada kuartal I/2015, 2 dari 15 anggota Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (Apsyfi) menghentikan produksi dan merumahkan sekitar 1.800 orang karyawan. Adapun perusahaan lainnya telah menurunkan produksi hingga 30% dan mengakibatkan utilisasi nasional hanya berkisar 50%.
Sekretaris Jenderal Apsyfi Redma Gita Wirawasta mengatakan kebijakan anti-dumping yang berjalan sejak awal tahun untuk produk partially oriented yarn (POY), spin drawn yarn (SDY), dan Drawn Textured Yarn (DTY) belum efektif dalam menekan laju impor. Bahkan, untuk POY dan SDY itu impornya naik di atas 300% pada 2015.
“POY yang kena cuma Malaysia dan Thailand. WTY hanya Malaysia. DTY malah enggak ada. Artinya ini enggak efektif. Kami sekarang lagi menyiapkan petisi untuk safeguard,” ujarnya seusai melakukan kunjungan ke Kementerian Perindustrian, Senin (22/6/2015).
Dia mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Menteri Perekonomian (Menko) untuk meminta dukungan dalam melakukan safeguard. Hal ini direspons positif dan pihaknya diarahkan ke Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) untuk asistensi.
“Sekarang kami sedang menyiapkan data. Menko minta supaya bisa dilakukan bea masuk tindak pengamanan sementara,” katanya.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan Menteri Perindustrian akan segera membuat surat yang intinya mendukung safeguard yang diajukan.
“Tentunya ada mekanismenya. Salah satunya bagaimana kita menetapkan bea masuk tindakan pengamanan sementara. Kemudian kita masuk ke tata niaga,” ujarnya.
Menurut Harjanto, usulan atas mekanisme tata niaga juga menjadi hal penting selain safeguard. Dia mengatakan untuk mengatur suplai dalam negeri dan bisa bersaing dengan produk impor, harus ada pengaturan yang jelas atas suplai dan permintaan. []