Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri produk mainan anak meminta agar pemerintah melakukan inovasi pengawasan, baik untuk impor maupun untuk pemberlakuan Standar Nasional Indonesia.
Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) Widjonarko Tjokroadisumarto mengatakan selama ini pemerintah sering menjadikan kurangnya aparat untuk melakukan pengawasan sebagai alasan. Menurutnya, kekurangan sumber daya manusia bisa diatasi dengan membuat sistem yang bisa berjalan sendiri.
“Ambil contoh di Tiongkok. Konsumen dilibatkan, jadi kalau konsumen menemukan produk yang tidak sesuai standar, langsung lapor ke pihak berwajib. Pelapor berhak mendapat dua produk pengganti secara gratis,” ujarnya pada pembukaan Pameran Pakaian dan Mainan Anak di Plaza Perindustrian, Selasa (9/6/2015).
Dia mengatakan dengan ada sistem baru yang melibatkan konsumen sebagai pengawas, semua produk di lapangan akan terdeteksi. Selain itu, masyarakat akan termotivasi untuk mencari produk yang sesuai standar di antara limpahan produk impor yang porsinya lebih dari 50%. Menurut Widjonarko, cara ini merupakan metode pengawasan yang efektif dan efisien.
“Sebenarnya ini sederhana, dan sudah kami usulkan lebih dari lima tahun yang lalu ke Departemen Perindustrian dan Perdagangan, tapi enggak tahu mentoknya di mana,” katanya.
Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ramon Bangun mengatakan pemberlakuan SNI secara wajib merupakan salah satu cara Kemenperin untuk menghambat produk impor yang menekan pasar dalam negeri.
“SNI-nya sudah selesai, tinggal menunggu notifikasi di WTO [World Trade Organization],” ujarnya.
Dia mengatakan pelaku industri bisa memanfaatkan lembaga sertifikasi yang disubsidi pemerintah agar harganya tidak terlampau mahal. “Kalau swasta, mungkin mahal. Kalau pemerintah kan disubsidi, itu bisa dimanfaatkan,” katanya.