Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Peridustrian menyatakan akan menyelaraskan kebijakan peningkatan penggunan produk dalam negeri dengan dengan PTK Pengelolaan Rantai Suplai No. PTK-007/SKKO0000/2015/S0 Buku Kedua Ravisi 03 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang /Jasa milik SKK Migas.
I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian, mengatakan selama ini implementasi kebijakan P3DN tidak sejalan dengan PTK-007 milik SKK Migas.
"Mereka punya cara sendiri dalam pengelompokan pengadaan barang dan jasa, akibatnya sejumlah proyek dalam industri migas tidak sesuai dengan ketentuan P3DN. Maka harus kami sesuaikan,"katanya di Jakarta, Senin (25/5/2015).
Kris Wiluan, Direktur Utama PT Citra Tubindo Tbk., mengatakan akibat tidak selarasnya ke dua regulasi ini, belanja industri perminyakan dari cost recovery setiap tahun yang mencapai US$12 miliar US$15 miliar kurang berdampak terhadap pembangunan industri dalam negeri.
Pasalnya, sejumlah pemilik proyek justru lebih mengutamakan penyediaan barang dari luar negeri. Peraturan pemerintah yang mengutamakan penggunaan produk dalam negeri, menurutnya selama ini sulit diterapkan di industri perminyakan.
'Cost recovery itu uang negara yang dikeluarkan setiap tahun. Saat ini justru mengalir ke luar negeri. Padahal jika ditekankan menggunakan produk dalam negeri, maka perusahaan asing akan mendirikan lini produksi di Indonesia," katanya.
Putu mengungkapkan, selama ini porsi penggunaan cost recovery pada industri dalam negeri hanya mencapai 10%. Padahal, dalam Inpres No. 2/2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disebutkan pengguna anggaran wajib menggunakan barang produksi dalam negeri.
Apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) barang dan nilai bobot manfaat perusahaan minimal 40% dengan nilai TKDN barang minimal 25%.
Dalam penggunaan cost recovery ini, nilai kontrak proyek migas yang dilakukan oleh kontraktor akan diganti kembali oleh pemerintah yang dikoordinasikan oleh SKK Migas. Hal itu seharusnya menjadi peluang utama membangun ekonomi nasional.
"Kami tidak berharap 100% digunakan untuk dalam negeri, karena memang sejumlah material belum ada di Indonesia, tetapi seharusnya produk baja yang telah ada di Indonesia seluruhnya menggunakan dalam negeri," katanya.