Bisnis.com,JAKARTA - Pelaku usaha ikan hias mendesak pemerintah untuk meninjau kembali Surat Persetujuan Eskpor Tumbuhan Alam dan Satwa Liar (SPE-TASL) yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan.
Pasalnya, dengan adanya SPE-TASL para eksportir harus bekerja dua kali untuk mengurus perizinan ekspor. Ekspor ikan hias juga harus melalui mekanisme CITES Export Permit di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan langkah dan persyaratan yang serupa.
"Minta untuk yang ikannya saja, karena kan masih ada tumbuhan dan fauna lainnya," kata Ketua Dewan Ikan Hias Indonesia (DIHI), Suseno Sukoyono, Rabu (13/5/2015).
Menurutnya, SPE-TASL dapat memperlambat pengiriman ikan hias ke luar negeri. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan pelaku akan lebih besar dan ikan hias yang dibawa terancam mati.
Kebijakan SPE-TASL keluar berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.50 Tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor Tumbuhan Alam dan Satwa Liar yang dilindungi dan termasuk dalam daftar Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).
CITES merupakan konvensi untuk perdagangan hewan dan tumbuhan yang terancam punah. Di sektor ikan hias, terdapat 4 komoditas yang masuk dalam CITES, yaitu arwana, napoleon, kuda laut, dan karang/koral.