Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gugat Aturan Impor Hortikultura Indonesia, AS Maju ke WTO Pekan Depan

AS bersama pemerintah Selandia Baru menggugat beragam aturan izin impor yang diterapkan Indonesia untuk produk hortikultura dan ternak.
Indonesia adalah pasar terbesar ke-8 untuk produk pertanain AS. /Bisnis.com
Indonesia adalah pasar terbesar ke-8 untuk produk pertanain AS. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat mendorong WTO menggelar panel perselisihan dagang terkait aturan impor produk pertanian Indonesia pada pekan depan.

Office of US Trade Representative (USTR), satuan yang merupakan bagian dari kantor Presiden Amerika Serikat, meminta panel perselisihan dagang AS dengan Indonesia dan China dibentuk untuk bersidang pada 22 April 2015.

Panel perselisihan dagang adalah tahap kedua dalam penyelesaian sengketa dagang di bawah WTO setelah pertemuan konsultasi gagal menghasilkan kesepakatan.

AS bersama pemerintah Selandia Baru menggugat beragam aturan izin impor yang diterapkan Indonesia untuk produk hortikultura dan ternak.

Kedua negara menilai Indonesia menghambat perdagangan bebas melalui pemberlakuan kuota, harga minimal, periode impor dan lisensi impor. AS juga mengugat larangan impor unggas dari AS yang sudah berlaku sejak 2009.

“Presiden Obama akan terus meminta pertanggungjawaban negara seperti China dan Indonesia di WTO agar AS bisa membuka peluang ekonomi yang kita harapkan dari perjanjian perdagangan kita [di WTO],” kata Perwakilan Dagang AS Michael Froman seperti dikutip situs resmi USTR, ustr.gov, Sabtu malam (11/4/2015).

Aturan yang dipermasalahkan termasuk UU no. 13/2014 tentang hortikultura, UU no. 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan, UU no. 18/2012 tentang pangan, UU no. 19/2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani, dan UU no. 7/2014 tentang perdagangan.

Indonesia adalah pasar terbesar ke-8 untuk produk pertanain AS. Aturan yang diterapkan Indonesia, menurut perwakilan dagang AS, telah menekan ekspor pertanian AS ke Indonesia sejak 2012.

Adapun sengketa China terkait kebijakan mekanisme bersama untuk mendorong ekspor, yang menurut AS, memberikan subsidi hingga US$1 miliar dalam 3 tahun terakhir kepada 179 perusahaan manufaktur China di beragam sektor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper