Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DANA REBOISASI, Pelaku Usaha Hutan Terpukul

Pelaku pengusahaan hutan ikut terpukul oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pasalnya, perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) diwajibkan membayar Dana Reboisasi (DR) dalam mata uang dolar AS.
Dalam bentuk mata uang dolar AS. /Bisnis.com
Dalam bentuk mata uang dolar AS. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku pengusahaan hutan ikut terpukul oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pasalnya, perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) diwajibkan membayar Dana Reboisasi (DR) dalam mata uang dolar AS.

Oleh karena itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Seoprihanto meminta pemerintah memberikan keringanan kepada para pelaku usaha hutan terkait pembayaran DR ini.

“Kami berharap agar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk DR dapat dibayarkan dalam mata urang rupiah,” katanya, Jumat (10/4/2015).

Dia menambahkan usulan tersebut sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo tentang perlunya penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi. Hal ini untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menstabilkan kembali nilai tukar rupiah yang belakangan melemah.

DR dibayarkan untuk kayu bulat yang dipanen dari hutan alam. Selain pemegang IUPHHK hutan alam, pembayaran DR juga dikenakan kepada pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dan pelepasan kawasan hutan yang saat membuka wilayah kerjanya membuka kayu alam.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.58 Tahun 2007 tentang Perubahan PP No.35 Tahun 2002 tentang DR, pembayaran DR dilakukan dengan mata uang dolar AS. Pertimbangannya, saat itu keran ekspor kayu bulat dibuka lebar.

Purwadi mengatakan saat ini, ekspor kayu bulat justru diarang. “Jadi penetapan pembayaran DR dalam mata uang dolar AS tidak lagi sejalan. Sebab tidak ada transaksi yang dibayar dalam dolar AS,” ujarnya.

Apalagi, dalalm kondisi ekspor kayu bulat yang dilarang, harga jual kayu bulat di dalam negeri makin tertekan. Sebab, pasar kayu bulat dalam negeri masih terbatas dan terdistorsi

Sementara itu, dari sisi ekspor hasil kayu olahan juga tidak mengalami perbaikan. Bahkan, pasar kayu olahan di luar negeri cenderung menurun.

Purwadi menambahkan pelaku usaha hutan menghadapi beban ganda dengan melemahnya nilai tukar rupiah. Di satu sisi, penjualan menurun akibat harga jual kayu yang tertekan, di sisi lain beban biaya yang dikeluarkan makin meningkat karena rupiah terdepresiasi yang mengakibatkan meningkatnya biaya produksi.

Oleh karena itu, lanjutnya, APHI berharap pemerintah bisa meringankan beban yang kini ditanggung pemegang IUPHHK dengan kebijakan pembayaran DR dalam mata uang rupiah dengan merevisi PP No.58 Tahun 2007 dan PP No.12 Tahun 2014 tentang Jenis Tarif atas PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan.

Untuk melancarkan usul tersebut, APHI sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo yang ditembuskan kepada menteri koordinator bidang perekonomian dan menteri keuangan.

Sejauh ini, respons sudah diberikan oleh Kementerian Keuangan yang meminta APHI untuk membuka komuikasi dengan menteri lingkungan hidup dan kehutanan sebagai pihak yang memungut PNBP DR.

Tahun lalu, penerimaan DR mencapai Rp1,7 triliun atau 73,86% dari target sebesar Rp2,3 triliun. Sementara itu, realisasi pendapatan PNBP keseluruhan tahun lalu sebesar Rp4,1 triliun atau 80,3% dari target sebesar Rp5,182 triliun. []

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ihda Fadila
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper