Bisnis.com, BANDUNG - Kalangan peternak unggas kian tercekik akibat terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mencapai Rp13.000, sehingga mengerek harga pakan.
Saat ini, harga pakan berkualitas medium mencapai Rp7.200 per kg, naik 14% dari sebelumnya sebesar Rp7.000 per kilogram.
Sekretaris Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) Ashwin Pulungan mengatakan akibat kenaikan harga pakan tersebut, saat ini para peternak rakyat sudah mengalami kerugian yang cukup besar. Ini karena pakan impor selama ini berkontribusi sekitar 70% terhadap pemeliharaan unggas.
Menurutnya, penaikan harga pakan akan terus terjadi dalam jangka panjang karena tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang diprediksi bisa menembus Rp14.000.
“Dalam waktu dekat harga pakan akan kembali naik Rp400 kilogram. Hal itu tidak bisa dihindari karena diprediksi pelemahan rupiah akan terus terjadi mengingat langkah pemerintah yang dinilai tidak mampu menstabilkan keadaan,” katanya, Selasa (17/3/2015).
Menurutnya, selama ini pakan ternak unggas didapat dari impor karena Indonesia belum mampu memproduksi sendiri bahan baku seperti bungkil kedelai dan jagung.
“Kita belum bisa mengurangi ketergantungan bahan seperti kedelai dan jagung sebagai bahan pakan. Karena hal ini masih mempertimbangkan biaya produksi kalau beralih ke pakan yang berasal dari dalam negeri,” katanya.
Rata-rata kalangan peternak saat ini terpaksa mengurangi pengadaan day old chicks (DOC) disesuaikan dengan kemampuan keuangan mereka.
Oleh karena itu, pihaknya meminta agar pemerintah memfokuskan produksi bahan baku lokal terutama jagung. “Untuk produksi bungkil kedelai Indonesia masih belum mampu melakukannya,” ujarnya.
Ketua Tim Advokasi Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI) Jeni Sulistiani mengatakan dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang berdampak naiknya harga pakan sebesar 5%.
"Sebelumnya harga pakan sebesar Rp6.700 per kg. Sekarang sudah menembus Rp7.000 per kg. Tentu saja kenaikan sebesar itu bagi peternak kecil akan sangat keberatan karena dalam satu produksi mereka bisa menghabiskan pakan dalam jumlah banyak," katanya.
Menurutnya, salah satu penyebab melambungnya harga pakan ini disebabkan komoditas jagung sebagai bahan baku utama pembuatan pakan masih diimpor. Tak hanya jagung, bahan baku pakan lainnya seperti bunkil kedelai juga masih sulit dipenuhi dari dalam negeri.
Untuk itu, seharusnya pemerintahan Jokowi-JK tidak hanya mendeklarasikan untuk swasembada beras saja, tapi ikut menegaskan bahwa Indonesia harus terbebas dari ketergantungan terhadap jagung impor.
"Karena jagung ini menjadi bahan baku utama untuk membuat pakan terutama unggas. Komposisi jagung dalam pakan bisa mencapai 50-55%," ujarnya.
Dia melanjutkan tidak ada pilihan bagi pemerintahan saat ini kecuali dengan menata kembali sektor agribisnis nasional. Karena apa yang terjadi di lapangan, jagung sulit didapatkan bukan karena petani tidak bisa menanamnya, karena tidak ada jaminan pasar.
"Ditambah sekarang itu ada semacam paradigma bahwa kekuatan industri yang berasal dari barat itu harus diadopsi, akibatnya kekuatan agribisnis kita menjadi rontok," ujarnya.