Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rincian Bukti Potong Deposito Tak Jadi Dilaporkan

Setelah melemparkan sinyal ketidakpastian menunda tanpa ada batasan waktu otoritas fiskal akhirnya berbalik arah, mencabut Peraturan Dirjen Pajak No.Per-01/PJ/2015 yang mewajibkan bank melaporkan daftar serta bukti potong pajak giro maupun deposito secara rinci.
Bisnis.com, JAKARTA - Setelah melemparkan sinyal ketidakpastian menunda tanpa ada batasan waktu otoritas fiskal akhirnya berbalik arah, mencabut Peraturan Dirjen Pajak No.Per-01/PJ/2015 yang mewajibkan bank melaporkan daftar serta bukti potong pajak giro maupun deposito secara rinci.
 
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan aturan itu tidak lagi ditunda tanpa batas waktu, tapi dicabut yang pada gilirannya tidak akan diberlakukan mulai kemarin, (13/3).
 
"Saya beri tahukan untuk beri kepastian, aturan dirjen pajak yang tadinya mewajibkan pelaporan pemotongan pajak untuk bunga deposito itu akan dicabut per hari ini. Kalau tadi kan ditunda, tapi setelah kita kaji maka kita putuskan untuk dicabut dengan peraturan dirjen baru pada hari ini, "jelas Bambang ketika ditemui di kantor Kemenko Perekonomian.
 
Menurutnya, belum memadainya landasan dan payung hukum yang ada di Indonesia menjadi pertimbangan utama langkah pencabutan aturan yang diteken Wamenkeu Mardiasmo yang kala itu menjadi Plt Dirjen Pajak ini.
 
Seperti diketahui, sesuai beleid yang diteken pada 26 Januari itu seharusnya mulai diterapkan mulai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan bulan ini. Namun, kebijakan itu sontak menuai protes keras dari dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pelaku usaha di industri perbankan terkait ancaman kerahasiaan data nasabah yang diatur dalam pasal 40 UU No. 10/1998 tentang Perubahan atas UU No.7/1992 tentang Perbankan.
 
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) Sigit Pramono pun mengungkapkan kebijakan itu berpotensi memicu penarikan deposito secara besar-besaran di sejumlah bank. Dia juga khawatir akan ada keluar arus modal secara besar-besaran dari dalam negeri ke luar negeri.
 
Kendati dicabut, Bambang tidak menyebutkan lebih lanjut apakah masih dimungkinkannya pemerintah kembali menerapkan kebijakan itu di masa mendatang. Dalam pernyataannya, dia sama sekali tidak menyebut kekhawatiran pemerintah atas potensi keluarnya arus modal.
 
Dimintai konfirmasi, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito tidak merespons. Hasil penelusuran Bisnis dalam website resmi Ditjen Pajak (DJP), belum ada Perdirjen baru yang menyebutkan pembatalan kebijakan tersebut.
 
Dalam catatan Bisnis, pernyataan Bambang berbeda dengan Sigit. Sebelumnya, Sigit menegaskan penundaan penerapaan kebijakan itu lebih dikarenakan permasalahan sistem dan sumber daya manusia (SDM) DJP, bukan masalah payung hukum.
 
Dengan skema itu, nantinya di tiap kanwil pajak akan banyak bukti potong nasabah bank yang harus di-digitalize atau dimasukkan ke sistem informasi DJP. Jumlah pegawai DJP yang belum cukup berisiko membuat bukti-bukti potong tersebut menumpuk di kantor-kantor pajak karena tidak tertangani. Kondisi ini pada gilirannya rawan terhadap penyalahgunaan.
 
Kerahasiaan bank itu akhirnya memang harus dihapus. Hal ini sejalan dengan kesepakan G20 yang akan menghapus kerahasiaan bank paling lambat tahun 2018, ujarnya.
 
 
Kerja Sama dengan PPATK
 
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan memang seharusnya pemerintah meniadakan klausul terkait bukti potong tersebut. Kesepakatan G20 itu, lanjut dia, merupakan Konsensus untuk mempermudah pertukaran informasi termasuk data perbankan.
 
Bahkan anggota OECD pun tidak ada yang memberikan akses langsung kepada otoritas pajak ke data perbankan, tapi melalui lembaga semacam Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pemerintah seharusnya mengangkat aturan tersebut ke derajat aturan yang lebih tinggi misalnya Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden terkait kerja sama yang lebih efektif, utamanya dengan PPATK.
 
Yang dipermudah itu mekanismenya termasuk pertukaran data internasional. Artinya yang dilawan itu financial secrecy di tax havens, bukan meniadakan kerahasiaan bank. Kalau via bukti potong kemarin seolah DJP pakai kewenangannya soal SPT tapi secara tidak langsung ini kan mengakses data perbankan, ujarnya.
 
Terkait kepatuhan bank, dia mengusulkan agar DJP melakukan pemeriksaan secara sampling terkait kepatuhan bank sebagai pemotong PPh atas deposito. Setelah itu, pemeriksaan pajak berbasis data perbankan dan transaksi keuangan perlu ditingkatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper