Bisnis.com, JAKARTA— Rupiah saat ini terjebak dalam siklus pelemahan akibat penurunan daya tarik pasar domestik. Kondisi tersebut membuat intervensi pemerintah dan Bank Indonesia di pasar bisa justru kontraproduktif.
Chatib Basri, Ekonom Universitas Indonesia, mengatakan depresiasi rupiah dalam beberapa hari terakhir lebih disebabkan faktor domestik. Alasannya rupiah sudah bergerak berlawanan dengan mata uang lain seperti ringgit, rupee, dan dolar Singapura.
Rupiah kemarin ditutup melemah tajam 0,75% saat dolar Singapura menguat 0,11% dan ringgit naik 0,18%. Adapun rupee India turun tipis 0,02% pada penutupan.
Chatib memperkirakan rupiah terkekang oleh lingkaran tren penarikan modal dari pasar modal dan finansial. Modal asing, jelasnya, dalam 2 bulan terakhir mengalir deras ke pasar saham dan obligasi Indonesia terdorong oleh tren pelonggaran moneter di seluruh dunia.
Namun, depresiasi tajam rupiah dalam beberapa hari terakhir membuat pasar Indonesia semakin tidak menarik. Investor luar negeri mulai kehilangan margin keuntungan karena selisih kurs yang terus melebar.
Kondisi tersebut menciptakan siklus pelemahan rupiah yang bersumber dari pasar domestik. Rupiah semakin terdepresiasi karena ada penarikan modal dari pasr domestik, yang terdorong menarik modal karena rupiah yang terus melemah.
“Mereka yang di capital market dan bond market kan investasi dalam rupiah. Setelah lama di sini, mereka mulai tarik lagi karena return mereka dalam dolar makin kecil,” kata Chatib ketika dihubungi Bisnis.com, Kamis (12/3/2015).
Mantan menteri keuangan tersebut mengatakan dana asing tersebut sulit kembali dengan ke pasar domestik jika kenaikan yield obligasi ditahan. Otoritas moneter dan fiskal, menurutnya, sebaiknya menahan diri dari intervensi yang justru bisa semakin mendorong siklus depresiasi rupiah.
Otoritas fiskal dan moneter seharusnya menahan depresiasi rupiah dengan membiarkan surat berharga bergerak mengikuti siklus harga.
“Kalau bond sudah dianggap tidak mahal, mereka akan kembali lagi. Atau datang investor baru yang melihat yield kita bagus,” kata Chatib.
Sepanjang pekan pertama Maret, yield SUN bertenor 10 tahun tersebut naik 6,82% dan terus menanjak dalam 3 hari terakhir dengan total kenaikan 4,49%. Imbal hasil obligasi tersebut hari ini turun 0,66% sampai pukul 12.34 WIB.