Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perindustrian Bergegas Selamatkan Nasib Industri Pengguna Air

Kementeria Perindustrian berjanji mengupayakan segera dipastikan nasib industri pengguna air, seperti industri minuman, pasca pencabutan UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air.nn
Panggah Susanto (Dirjen Industri Agro Kementrian Perindustrian/ketiga dari kanan) usai pembukaan The 31st Federation of ASEAN Pulp and Paper Industries Conference 2013/Bisnis
Panggah Susanto (Dirjen Industri Agro Kementrian Perindustrian/ketiga dari kanan) usai pembukaan The 31st Federation of ASEAN Pulp and Paper Industries Conference 2013/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Kementeria Perindustrian berjanji mengupayakan segera dipastikan nasib industri pengguna air, seperti industri minuman, pasca pencabutan UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air.

Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto mengatakan perizinan pengambilan air tanah untuk industri harus tetap berlaku demi kesinambungan bisnis.

“Jangan sampai serta-merta tidak berlaku. Dan saya akan usulkan secepatnya agar diberikan kepastian,” ujarnya di Jakarta, Rabu (11/3/2015).

Kementerian Perindustrian merekomendasikan diterbitkan fatwa Kementerian Hukum dan HAM untuk mengisi kekosongan payung hukum pascapencabutan Undang-undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi.

Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan Dan Iklim Usaha Industri Kemenperin Haris Munandar mengatakan legalitas hukum sementara yang menggantikan regulasi tersebut sangat dibutuhkan berbagai sektor bisnis, seperti industri minuman.

Apabila harus menunggu diterbitkan peraturan pemerintah (PP) atau undang-undang (UU) baru memakan waktu tak sebentar. Sementara pebisnis tak bisa tunggu lama karena mereka harus memperpanjang Surat Izin Pengambilan Air tanah (SIPA) setiap tiga tahun.

“Kami menunggu fatwa dari Kemenkumhan. Kementerian Pekerjaan Umum sudah kirim surat ke mereka. Dengan fatwa ini diharapkan tidak ada kekosongan hukum,” kata Haris.

Pencabutan UU No. 7/2004 jelas memengaruhi kelangsungan industri pengguna air yang sudah beroperasi. Mereka kehilangan payung hukum telebih lagi bagi yang hendak memperpanjang SIPA jadi terhambat, bahkan operasinya terancam berhenti.

Dalam sepekan ini diharapkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengeluarkan fatwa. Legalitas ini dibutuhkan secara luas oleh pebisnis, baik itu industri minuman, perhotelan, rumah sakit, dan lain-lain.

Haris menjelaskan selain fatwa dapat pula ditangani oleh pembina teknis industri bersangkutan. Tapi karena dampak pencabutan UU Sumber Daya Air bersifat luas, tidak hanya mencakup industri pengolahan nonmigas ,dibutuhkan legalitas yang mampu mencakup semua lini.

“Kami berkoordinasi dengan daerah untuk memetakan satu-satu izin SIPA industri yang ada [dan perlu diperpanjang]. Ini harus dipetakan dan butuh waktu,” ujarnya.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyatakan terdapat opsi selain meminta fatwa Kemenkumham, yakni penerbitan surat keputusan bersama lima kementerian/lembaga. Pihak yang terlibat ialah Kementerian Perindustrian, Kemen PU dan Pera, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian ESDM, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

“Saya minta kepada Menteri Perindsutrian agar koordinasikan dengan kementerian/lembaga lain untuk keluarkan payung hukum sebelum PP dan UU. Kalau tidak, semua bisnis yang pakai SIPA tidak bisa produksi,” kata dia.

Lenyapnya UU No.7/2014, menurut Agus, paling rawan bagi pabrik yang berada di luar Jabodetabek. Mereka yang masa berlaku SIPA-nya habis dan tidak bisa memperpanjang akibat ketiadaan payung hukum, maka operasinya dianggap ilegal.

Apabila pabrik berhenti beroperasi bukan semata menimbulkan kerugian bagi pengusaha dan melemahkan iklim bisnis di Tanah Air. Kondisi ini turut meningkatkan jumlah pengangguran karena pabrik-pabrik minuman, contohnya, mempekerjakan ratusan bahkan ribuan karyawan.

Dalam cakupan yang lebih luas, situasi tersebut menimbulkan kekhawatiran calon investor baik lokal maupun asing. Pemerintah juga tak perlu kaget jika mendapat hujan pertanyaan berbagai kedutaan besar. Banyak industri pengguna air adalah investor asing baik dari Jepang, China, Korea, dan Amerika.

“Maka harus segera diputuskan akan keluarkan surat keputusan bersama atau fatwa atau keduanya. Lalu segera buat draf PP lalu ajukan ke DPR dan seterusnya,” ucap Agus.

Kemenperin sepakat ketidakpastian hukum dapat mengganggu iklim bisnis termasuk ketertarikan investasi. Sejauh ini belum terdengar kabar penarikan rencana investasi baru di industri minuman, bahkan investasi sektor ini plus industri tembakau diyakini tumbuh 7% - 8%.

Salah satu rencana investasi baru datang dari PT Charoen Pokphan Indonesia Tbk. Perusahaan asal Thailand itu selama ini berkecimpung di sektor pakan ternak. Selain air minum dalam kemasan dikabarkan perseroan juga berniat merambah bisnis produk minuman sari buah.

Namun Kemenperin mengaku belum mendapat detil angka investasi yang hendak dikucurkan. Selain perusahaan asal Thailand ini, Nestle juga dikabarkan akan meresmikan pabrik baru Milo di Karawang. Total investasi di industri minuman dan tembakau tahun lalu diperkirakan tak lebih dari Rp2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper