Bisnis.com, JAKARTA- Pelaku usaha logistik di Pelabuhan Tanjung Priok mendesak aturan sebagai payung hukum atas kegiatan inspeksi fisik peti kemas impor wajib periksa karantina sebelum respon kepabeanan untuk memberikan kepastian masa inap barang di pelabuhan atau dwelling time.
Sekretaris Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (Alfi) DKI Jakarta, Adil Karim mengatakan, sesuai dengan rapat koordinasi antar instansi, penyedia dan penguna jasa yang di pimpin Ombudsman RI awal Februari 2015, instansi Badan Karantina Pertanian Kementan berjanji akan menerbitkan beleid yang mengatur inspeksi karantina didepan itu paling lambat satu bulan.
“Sekarang sudah lebih sebulan, makanya kami menagih janji Kepala Badan Karantina Banun Harpini yang dalam pertemuan di Ombudsman RI kala itu menyanggupi beleid itu rampung dalam sebulan. Alfi juga hadir dalam pertemuan koordinasi tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini, Minggu (8/3).
Sejak 1 Maret 2015, dilaksanakan uji coba inspeksi karantina di terminal bongkar sebelum respon kepabeanan di terminal TPK Koja, kendati di pelabuhan Priok juga masih beroperasi fasilitas tempat pemeriksaan fisik terpadu (TPFT) di lapangan CDC Banda MTI dan Graha Segara.
“Prosedur standarnya seperti apa, service levelnya bagaimana, kemudian kesiapan terminal bongkar terhadap supporting sistem informasi dan tehnologinya (IT) bagaimana. Selain itu berapa kapasitas terminal sehingga dunia usaha ada kepastian dalam layanan jasa kepelabuhanan,” ucapnya.
Adil mengatakan, sesuai rapat di Ombudsman RI, pelaksanaan inspeksi karantina sebelum respon kepabeanan harus diikuti dengan payung hukum yang jelas, serta implementasinya setelah penyatuan zonasi terminal peti kemas ekspor impor di pelabuhan Priok rampung.
Bisnis memperoleh draft Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang tata cara tindakan karantina hewan dan tumbuhan terhadap pemasukan media pembawa hama penyakit hewan karantina dan organisme pengganggu tumbuhan karantina di tempat pemeriksaan karantina.
Dalam draft beleid itu disebutkan, tempat pemeriksaan karantina yang selanjutnya disingkat TPK adalah tempat untuk pelaksanaan tindakan karantina hewan dan tumbuhan yang berada didalam atau di luar tempat penimbunan sementara (TPS) yang memiliki fasilitas dermaga di tempat pemasukan.
Adapun persyaratan TPK yang berada di dalam TPS yang memiliki fasilitas dermaga harus memenuhi persyaratan al; area penumpukan peti kemas media pembawa, plugging untuk peti kemas berpendingin, ruang administrasi dan kelengkapannya, serta fasilitas sistem teknologi informasi (IT).
Sedangkan TPK yang berada di luar TPS yang memiliki fasilitas dermaga dipersyaratkan memiliki area penumpukan peti kemas media pembawa, plugging, ruang laboratorium, ruang administrasi dan kelengkapannya, fasilitas sistem IT, longroom dan coolroom, area perlakuan, dan area penahanan.
Selain itu, juga diatur daftar muatan alat angkut harus dilaporkan kepada petugas karantina ditempat pemasukan paling lambat dua hari sebelum kedatangan alat angkut. Pelaporan dilakukan secara elektronik pada aplikasi keterangan muatan alat angkut karantina/quarantine manifest Iinformation melalui portal Indonesia National Single Window (INSW).
Dikonfirmasi Bisnis, Marketing Manager TPK Koja, Nuryono Arief Wijaya mengatakan tidak ada masalah terkait uji coba inspeksi peti kemas wajib karantina di TPK Koja atau terminal bongkar sejak 1 Maret 2015.
“Inspeksi oleh Karantina berjalan lancar. Sudah disiapkan sistem IT untuk supporting kegiatan tersebut. Kami juga sudah patuhi instruksi OP Priok selama piloting sebulan dibebaskan dari biaya,” ujar Arief.
Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok telah menerbitkan edaran pemberitahuan pembebasan biaya uji coba inspeksi karantina di TPK Koja selama sebulan terhitung 1-31 Maret 2015. (Bisnis.com)