Bisnis.com, JAKARTA -Kendati ingin mengajukan tambahan penerimaan kepabeanan dan cukai sekitar Rp10 triliun di RAPBNP 2015, pemerintah mengaku hanya bisa bergantung pada penggenjotan penerimaan cukai.
Direktur Penerimaan, Peraturan Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Susiwijono Moegiarso mengatakan kondisi-kondisi yang memengaruhi bea masuk (BM) dan bea keluar (BK) masih akan terjadi seiring dengan harga komoditas pasar global dan perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan utama ekspor.
Untuk tambahannya, pasti hanya bisa dari penerimaan cukai karena untuk BM dan BK sangat terpengaruh dengan kondisi ekonomi global dan harga komoditas di pasar internasional. Apalagi realisasi cukai tahun lalu masih cukup tinggi, 100,6% dari target, ungkap dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, realisasi tahun anggaran 2014 data per 5 Januari 2015 penerimaan hanya kepabeanan dan cukai mencapai Rp161,63 triliun atau hanya sekitar 93,04% dari target Rp173,73 triliun. Adapun, shortfall terbesar ada pada pos BK yakni sekitar Rp9,28 triliun.
Realisasi BM pun tidak mencapai target, yakni Rp32,21 triliun atau 90,27% dari target APBNP 2014 Rp35,68 triliun. (Bisnis,13/1) Dia mengatakan tujuh skema Free Trade Agreement (FTA) yang sejak Januari 2014 sudah ditandatangani dan berlaku serta melibatkan lebih dari 16 negara juga berpengaruh.
Data importasi di KPU Tanjung Priok, lanjutnya, menunjukkan 43% dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) sudah menggunakan fasilitas FTA atau setara dengan 39% dari total nilai impor sudah menggunakan fasilitas FTA.
Penerimaan cukai yang dapat diandalkan yakni cukai rokok (HT). Untuk 2015, sesuai PMK 205/PMK.011/2014, ada kenaikan Tarif Cukai HT sebesar 8,72%, Kondisi itu, sambungnya, membuat DJBC sangat optimistis untuk bisa mencapai target penerimaan cukai, walau target ditambah.
Menurutnya, penerimaan cukai sebagian besar dari cukai rokok karena porsinya sebesar 95%-96% dari total cukai. Namun, untuk cukai MMEA (Minuman Alkohol), pihaknya mengaku akan mengoptimalkan supaya bisa meningkat signifikan di 2015.
Susiwijono mengatakan telah mengusulkan ke pimpinan untuk menaikan kembali cukai minuman keras yang sudah dinaikan per 1 Januari 2014 sesuai dengan PMK Nomor 207/PMK.011/2013 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.
Artinya, bukan hanya sekadar ngejar penerimaan tapi juga mendudukkan kembali filosofi prinsipnya cukai ini apa, kata dia.
Menurutnya, penerimaan dari sektor ini juga cukup siginifikan, terlebih untuk golongan A minuman dengan kadar etil alkohol sampai dengan 5%, yang mencakup 75% dari keseluruhan. Selain itu, optimalisasi pita cukai juga akan dilakukan.
Menurutnya, selama ini, untuk minuman golongan A tersebut, pembayaran cukainya memakai pelunasan tanpa pita. Kalau rokok, akan kelihatan pemakaian pita palsu atau tidaknya.