Bisnis.com, JAKARTA--PT Sampoerna Agro Tbk. menargetkan dapat memulai pengembangan area baru di Papua untuk perkebunan sagu pada tahun ini.
Emiten perkebunan berkode SGRO tersebut telah mengantongi izin konsesi lahan seluas 60.000 hektare di dua lokasi di Papua. Kepala Hubungan Investor SGRO Michael Kusuma mengatakan rencana tersebut merupakan bagian dari strategi jangka panjang perseroan.
"Masih dalam tahap pra operasional. Kita sedang melakukan survei. Kalau berjalan lancar, termasuk dari sisi perizinan, kita siap untuk langsung masuk. Tidak ada alasan untuk menunggu," katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (7/1).
Walaupun begitu, dia belum bisa menyebutkan rincian pengembangan yang akan dilakukan pada tahap awal, karena masih menunggu pertimbangan strategi bisnis perseroan.
Sementara ini, perkebunan sagu telah dilakukan di Kepulauan Riau dengan izin konsesi seluas 21.000 hektare. Dia mengatakan pasar domestik untuk sagu saat ini sudah cukup mapan dan pasar eskpor sudah menjanjikan.
"Kalau kita lihat produk substitusinya seperti pati singkong, sagu memiliki karakteristik yang lebih unggul. Dari sisi ekspor, pasarnya ke Malaysia, Singapura, dan Jepang. Kebutuhan dunia juga sangat besar. Untuk saat ini masih fokus di pasar domestik," paparnya.
Sejauh ini, SGRO masih mengandalkan penjualan sawit untuk mengenjot mendapatan perseroan. Dari total penjualan per 30 September 2014 senilai Rp2,5 triliun, 99%-nya disumbangkan dari sawit, dan sisanya disumbangkan oleh penjualan sagu dan karet.
"Untuk sawit dan sagu memang masih dalam masa penanaman. Bila dibandingkan dengan sawit masih sangat jauh," ungkapnya.
Sebagai pembanding, jumlah area yang sudah menghasilkan dari kebun sawit tercatat berkisar 100.000 hektare saat ini, sedangkan dari sagu 4.000 hektare, dan karet 200 hektare.
Dari sisi waktu tanam hingga panen pun, sagu memiliki rentang waktu yang sangat panjang. Periode tanam hingga panen untuk sawit berkisar 3 tahun-4 tahun, karet sekitar 6 tahun, sedangkan sagu mencapai 10 tahun.
"Hingga lima tahun ke depan, sawit masih mendominasi. Ini adalah bagian dari rencana jangka panjang. Untuk sagu kan kita melalui akuisisi, jadi tidak perlu menunggu waktu sepanjang itu hingga bisa panen," ungkapnya.
SGRO menargetkan pertumbuhan pendapatan tahun ini sekitar 10%-15% dibanding tahun lalu. Adapun perkiraan pendapatan pada 2014, diharapkan bisa tumbuh hingga 20% dibanding 2013.
Adapun untuk belanja modal perseroan 2015 diperkirakan tidak berbeda dengan 2014.
Dari target capex Rp500 miliar-Rp1 triliun, per kuartal III/2014, SGRO telah meralisasikan Rp650 miliar.
Dari total capex terserap itu, 20% atau Rp130 miliar diperoleh melalui pinjaman bank.
"Pinjamannya campuran beberapa bank, dari lokal dan asing. Untuk 2015, capex maksimal Rp1 triliun. Sebagian besar akan mengandalkan dana internal. Walaupun begitu, kita masih memiliki fasilitas pinjaman untuk mendanai sekitar 65% (sekitar Rp650 miliar) dari bank," ungkapnya.
Sepanjang 2014, SGRO telah melakukan pengembangan area tambahan sekitar 8.000 hektare lahan yang terbagi atas 4.500 hektare untuk kebun sawit, 2.500 hektare untuk kebun sawit, dan 800 hektare untuk kebun sagu.
Total lahan yang telah dikembangkan mencapai 140.000-an hektare, dari total izin konsensi sekitar 400.000-an hektare (termasuk dengan kemitraan).