Bisnis.com, JAKARTA -- Setelah nyaris nombok pada November 2014 dengan Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat (NTPR) 100,05 atau turun 0,87 poin dari bulan sebelumnya 100,92, petani perkebunan rakyat pada Desember 2014 tergambar betul-betul nombok.
Kondisi itu terlihat dari capaian NTPR Desember 2014 sebesar 98,03 atau anjlok 2,02% dari bulan sebelumnya. NTPR Desember 2014 tersebut juga merupakan capaian terendah selama ini.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengungkapkan kondisi tersebut merupakan akumulasi kenaikan harga BBM bersubsidi dan rendahnya harga kelapa sawit dan karet di pasar global yang selama ini menjadi andalan komoditas ekspor nasional.
"Kelapa sawit dan karet rendah sekali harganya, ditambah lagi kenaikan BBM," kata dia.
Ekonom Institute for Development Economy and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menegaskan ongkos produksi yang cenderung naik sementara permintaan terutama ekspor menyebabkan NTPR turun. Menurutnya, itu merupakan konsekuensi logis jika pemerintah hanya berkutat pada komoditas primer yang rentan pada situasi global.
"Pemerintah perlu segera mengeksekusi industri pengolahan dalam negeri untuk mensuplai permintaan dalam negeri," kata dia.
Dengan adanya industri pengolahan hasil perkebunan sepertI CPO dalam negeri akan menjaga stabilitas harga. Eksekusi langkah tersebut membuat perbaikan dari sisi tata niaga, khususnya dalam hal distribusi yang selama ini menyedot ongkos cukup besar.
Pemerintah, sambungnya Enny, harus menjamin betul adanya pembenahan infrastruktur setelah mengeksekusi penaikan harga BBM bersubsidi sehingga mampu meningkatkan daya saing produk-produk nasional dari produk impor.