Bisnis.com, JAKARTA -- Seperti yang diprediksikan bulan lalu, kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi pertengahan November 2014 ternyata menggerus dalam daya beli petani nasional.
Kondisi ini terlihat dari data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) terkait posisi nilai tukar petani (NTP) Desember 2014 di level 101,32 mengalami penurunan paling besar sepanjang 2014 yakni 1,03% dari November 2014. Performa ini sekaligus mencatatkan rekor terendah sejak lebih dari 4,5 tahun, persisnya Mei 2010 yang mencapai 101,16.
Kepala BPS Suryamin mengatakan turunnya NTP ini merupakan imbas dari kenaikan harga BBM bersubsidi yang turut meningkatkan biaya produksi maupun biaya kebutuhan hidup sehari-sehari seiring dengan peningkatan tingkat inflasi Desember 2,46%.
"Biaya konsumsi rumah tangga jadi meningkat karena kenaikan barang-barang kebutuhan," katanya akhir pekan lalu.
Menilik indeks harga yang dibayar petani, kenaikan faktor konsumsi rumah tangga memang lebih besar dari faktor biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM). Pada Desember 2014, indeks konsumsi rumah tangga 120,22 atau naik 2,72% dibandingkan bulan sebelumnya 117,05.
Sementara, kenaikan indeks BPPBM lebih rendah yakni 1,93% dari 109,03 menjadi 111,14. Walau demikian, tetap saja kondisi ini menurunkan nilai tukar usaha rumah tangga pertanian (NTUP) indeks yang menunjukkan kemampuan daya beli hanya untuk produksi dari 105,95 pada November 2014 menjadi 106,84 pada Desember 2014.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo juga mengungkapkan penurunan NTP Desember 2014 lebih besar dipengaruhi kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Sebetulnya efek ini akan berlangsung sampai Oktober 2015, walaupun lama-lama enggak kelihatan," ungkapnya.
Petani akan terus menyesuaikan struktur ongkos agar mendapatkan yang ideal. Apalagi, sambungnya, dengan adanya kebijakan baru terkait subdisi tetap, penyesuaian dan dampak BBM akan bertahan lebih lama.
Capaian NTP secara nasional ini, lanjut Sasmito, juga terbantu sektor tanaman pangan yang justru mengalami kenaikan di saat semua sektor turun. Setelah konsisten di bawah 100, NTP tanaman pangan Desember 2014 berada di level 100,07 atau mengalami peningkatan 0,28% dari bulan sebelumnya 99,79.
Menurutnya, kenaikan tersebut dipicu juga masa paceklik yang masih melanda sehingga membuat harga gabah dan beras naik tajam, bahkan tertinggi selama 2014. Rata-rata harga gabah kering panen (GKG) Desember 2014 senilai Rp4.910,51 per kilogram atau naik 8,28% dari bulan sebelumnya Rp4.535,02 per kilogram.
Sementara harga gabah kering giling (GKG) naik 6,64% dari Rp4.936,49 per kilogram pada November 2014 menjadi Rp5.264,16 per kilogram pada Desember 2014.
"Ujung-ujungnya nanti ya produktivitas. Kalau sekarang kan musim paceklik, petani-petani banyak dikejar, jadi jual mahal," tuturnya.