Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menilai faktor cuaca berperan besar atas hilangnya pesawat Airbus A320, Air Asia QZ 8501 saat bertolak dari Bandar Udara Ir. H. Juanda, Sidoarjo Jawa Timur ke Changi Airport Singapura.
Menurut Dudi, faktor cuaca sangat mendominasi keselamatan penerbangan. Menurut sejumlah keterangan yang dihimpun oleh Dudi, pilot sudah meminta izin naik ke ketinggian tertentu untuk menghindari awan kumulonimbus. Awan itu membentuk petir di jantung awan.
“Kumulonimbus atau yang biasa disebur Cb itu merupakan awan vertikal menjulang yang sangat tinggi, padat, dan didalamnya terdapat badai dan petir serta gangguan cuaca lainnya,” katanya kepada Binsis, Minggu (28/12/2014).
Sehingga, lanjut Dudi, awan jenis itu harus dihindari. Saat ini, awan berbahaya itu sangat mudah ditemui di setiap jalur penerbangan beriklim tropis karena cuaca tidak menentu.
Selain cuaca, paparnya, ada faktor mesin rusak serta manusia. “Namun, untuk dua faktor itu sudah dalam pengecekan sebelum pesawat tinggal landas. Mesin sudah dipastikan laik jalan dan pilot juga sudah dinyatakan terlatih dan sehat,” katanya.
Meski demikian, Dudi tidak ingin terlalu jauh berspekulasi. “Yang hampir pasti, pesawat itu sudah jatuh. Jika tidak, pesawat itu telah mendarat di bandara yang sudah disiapkan dalam daftar alternatif bandara yang bisa didarati dalam keadaan darurat. Kalau tidak mendarat, mereka juga pasti sudah kehabisan bahan bakar.”
Sementara itu, Arif Wibowo, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia, masih enggan mengungkap kemungkinan penyebab Air Asia hilang kontak.
“Kita tidak mau berspekulasi dalam suatu accident,” kata mantan Direktur Utama Citilink yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk.
Sebagaimana diketahui, pesawat QZ 8501 yang dijadwalkan tiba pukul 08.30 waktu setempat di Changi Airport itu mengalami hilang kontak pukul 06.17 WIB setelah terbang dari Bandara Juanda, Sidoarjo pukul 05.35 WIB.