Bisnis.com, JAKARTA - Kendati penerimaan kepabeanan dan cukai hingga awal Desember tidak menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan, pemerintah tetap optimistis hingga akhir tahun, shortfall selisih antara target dan realisasi tidak melampaui Rp13,9 triliun atau 8% dari target APBNP 2014.
Menilik data Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 8 Desember 2014 kurang dari sebulan sebelum akhir tahun baru Rp145,17 triliun atau 83,56% dari target APBNP 2014 Rp173,73 triliun. Artinya, untuk mencapai 92% dari target APBNP 2014 saja, pemerintah harus mengejar sekitar Rp14,77 triliun.
Direktur Penerimaan, Peraturan Kepabeanan dan Cukai DJBC Susiwijono Moegiarso bahkan memproyeksikan outlook penerimaan hingga akhir tahun bisa 92,8% dari target APBNP 2014 lebih tinggi 0,8% dari proyeksi Dirjen DJBC Agung Kuswandono sekitar 92% yang disampaikan belum lama ini .
"Outlook capaian target sampai akhir tahun kemungkinan mencapai 92,8%, mengingat di minggu-minggu terakhir masih ada pembayaran cukai yang cukup besar," katanya lewat pesan singkat kepada Bisnis.com.
Pembiayaan cukai yang cukup besar pada akhir tahun lebih banyak disumbang adanya faktor rencana kenaikan tarif cukai pada Januari 2015, sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 205/PMK.011/2014.
Beleid yang mengatur adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau itu memunculkan ekspektasi kenaikan harga barang sehingga akan ada penambahan barang tahun ini. Akselerasi penerimaan juga dikarenakan tingginya penerimaan cukai yang biasa terjadi di minggu ketiga Desember.
Susiwijono mengungkapkan upaya pencapaian target tahun ini cukup berat. Kondisi tersebut lebih disebabkan faktor eksternal, utamanya turunnya harga komoditas utama ekspor nasional crude palm oil (CPO) di pasar global yang pada gilirannya menekan penerimaan bea keluar (BK).
Sebelumnya, Dirjen DJBC Agung Kuswandono juga mengatakan anjloknya harganya komoditas CPO membuat pemerintah memastikan penerimaan BK hingga akhir tahun hanya 57% dari target APBNP 2014 Rp20,6 triliun.
Performa Terburuk
Menilik data realisasi hingga 8 Desember 2014, performa terburuk memang diperlihatkan dari penerimaan bea keluar (BK) yang hanya mencapai Rp11,08 triliun atau 53,76% dari target APBNP 2014. Artinya, dengan proyeksi penerimaan BK hanya 57% dari target, pemerintah tetap harus mengejar Rp667 miliar.
Sejak 2012 performa penerimaan BK menurun, sudah mengalami shortfall Rp1,86 triliun atau 8% dari target APBNP 2012. Shorfall pun mengalami tren pelebaran hingga pada 2013 walau secara nilai target diturunkan, shortfall melebar di level 9,8% dari target APBNP 2013.
Dengan membandingkan kondisi tersebut, tahun inilah menjadi performa terburuk penerimaan BK. Agung menyatakan penurunan penerimaan BK diakibatkan harga CPO yang masih di bawah US$750 per metrik ton (MT), sehingga bea keluar dikenakan 0%.
Tak hanya itu, pada Desember BK juga dipastikan 0% karena harga patokan patokan ekspor komoditas penopang ekspor nasional ini makin turun menjadi Rp662 per MT untuk pengiriman Desember.
Selain melemahnya harga CPO, penurunan realiasi penerimaan BK juga imbas dari pelarangan ekspor mineral mentah sebelum membangun smelter, khususnya untuk PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Newmont Nusa Tenggara.
Susiwijono juga mengatakan penurunan impor yang cukup signifikan pada gilirannya juga memberikan tekanan ada penerimaan Bea Masuk (BM).
Namun, dia tetap optimistis walau memang mengalami penurunan, target penerimaan cukai diproyeksikan sekitar 100,18% dari target APBNP 2014 senilai Rp117,45 triliun. Data hingga 8 Desember memang penerimaan cukai senilai Rp104,2 triliun atau 88,65% dari target, masih lebih baik dari penerimaan BK dan BM.