Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DEPRESIASI RUPIAH: Industri Tertolong Stok Bahan Baku

Depresiasi rupiah yang semakin parah tidak seketika melumpuhkan industri karena normalnya mereka punya cadangan stok bahan baku yang bisa diserap.
Pekerja pabrik sepatu. Diterjang depresiasi rupiah industri tertolong stok bahan baku/Bisnis
Pekerja pabrik sepatu. Diterjang depresiasi rupiah industri tertolong stok bahan baku/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Depresiasi rupiah yang semakin parah tidak seketika melumpuhkan industri karena normalnya mereka punya cadangan stok bahan baku yang bisa diserap.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ansari Bukhari mengatakan secara umum industri akan terdampak depresiasi rupiah yang hampir menyentuh Rp13.000 per dolar AS terutama mereka yang bergantung kepada bahan baku impor.

 “Industri pasti kena dampak apalagi industri yang banyak mengimpor bahan baku seperti industri baja dan petrokimia tetapi penjualannya ke dalam negeri, maka kami dorong untuk perluas ekspor,” tuturnya, Kamis (18/12/2014).

Tapi khusus untuk depresiasi mata uang Garuda beberapa hari belakangan tentu tidak seketika memukul kinerja industri. Pebisnis biasanya memiliki simpanan stok untuk periode tertentu, misalnya tiga bulan.

Selama rupiah terpuruk maka pelaku industri akan memanfaatkan penggunaan stok setidaknya sampai tiga bulan ke depan untuk subtitusi impor bahan baku. Tapi Kemenperin juga berjanji mempermudah jalan pengusaha untuk meningkatkan penjualan ke luar negeri.

“Sebagai contoh, menggunakan fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah. Barang kali beberapa barang impor yang masih kena bea masuk akan kami pikirkan untuk dapat BMDTP,” ujar Ansari.

Saat ini komponen terbesar dalam rerata struktur biaya industri manufaktur adalah bahan baku dan penolong sebesar 69,86%. Aspek utama lain adalah tenaga kerja 13,06% baru setelah itu ada bahan bakar 3,35% dan biaya energi listrik.

Hal lain yang diperhitungkan di dalam struktur biaya bagi pebisnis di sektor manufaktur, yaitu sewa bangunan dan tanah 0,73%, pajak tidak langsung 2,40%, dan jasa industri 0,65%. Ada pula bunga pinjaman 1,26%, hadiah 0,15%, dan lain-lain 5,72%.

Kemenperin tak khawatir menyikapi ancaman deindustrialisasi di sektor pengolahan nonmigas. Kendati berbagai tantangan muncul, seperti kenaikan tarif listrik, upah buruh, kenaikan harga BBM subsidi, hingga pelemahan kurs rupiah tetapi industri diyakini bertahan.

Sebagai bukti, pada tahun depan industri diyakni mampu tumbuh 6,1%, ini merupakan hasil koreksi dari target awal 6,8%. Sejalan dengan ini kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB nasional dipatok 21,22%.

Perindustrian menilai pelemahan nilai tukar rupiah tidak seluruhnya memberikan efek negatif. Bagi industri yang mengolah bahan baku dari dalam negeri dan berorientasi ekspor justru mencecap nikmat.

 "Yang susah itu kalah bahan baku dari luar negeri tetapi dijualnya di pasar dalam negeri. Sekarang ini tidak separah 2009 yang mana industri hanay tumbuh 2,5%, maka kamis masih optimistis industri bisa tumbuh 6,1%," ucap Ansari.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper