Bisnis.com, JAKARTA—Demi mengoptimalkan penjualan stok, pemerintah diminta membatasi impor serat dan produk pendukungnya.
Produsen serat sintetis meminta pemerintah membatasi impor serat dan benang filament polyester selama delapan bulan mendatang.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) Redma G. Wirawasta mengatakan pengendalian impor bertujuan untuk memaksimalkan penjualan stok yang kini membeludak di dalam negeri.
Pada sisi suplai produsen serat dan filament juga harus melakukan rasionalisasi produksi. “[Rasionalisasi produksi] dengan mempertimbangkan sisi permintaan dan stok yang ada,” katanya, Senin (15/12/2014).
Saat ini pasar domestik mengalami kelebihan pasokan (over supply) serat polyester (polyester staple fiber/PSF).
Kondisi ini menimbulkan terjadinya persaingan harga dengan produk impor.
Harga jual PSF sekarang merupakan hasil produksi ketika harga minyak dunia masih di atas US$70 per barel.
APSyFI mencatat ada satu perusahaan yang menutup produksi, dan dua hingga tiga perusahaan lain akan menyusul untuk mencapai titik keseimbangan pasar.
Banyak produsen PSF yang sekarang menahan produksi sehingga utilisasinya hanya separuh kapasitas terpasang.
Hal tersebut dilakukan untuk menormalkan kembali permintaan dan pasokan.
Stok di pabrik-pabrik sekarang mencapai empat bulan, semestinya cuma dua pekan. Barang yang diproduksi pada Agustus 2014 sampai sekarang belum habis terjual.
“Kelebihan suplai dipaksa untuk eskpor namun belum bisa mengurangi jumlah stok,” ucap Redma.
Sementara itu pasar domestik banyak diisi barang-barang impor, ini yang memicu perang harga.
Aksi saling banting harga dilakukan karena pembeli meminta harga murah mengingat harga minyak mentah kini sedang anjlok.