Bisnis.com, JAKARTA - Universitas Gadjah Mada (UGM), Pemkab Klaten, dan PT Widodo Makmur Perkasa menggelar kontes sapi lokal se-Jawa Tengah dan DI Yogyakarta di Klaten, Sabtu (22/11/2014).
Sebelum 60 ekor sapi peserta kontes masuk nominasi pemenang, tim UGM turun lapangan untuk melakukan survei dan seleksi terhadap 221 ternak sapi di 16 kabupaten/kota di Jateng dan DIY.
"Dari hasil survei lapangan, cross check, ternyata ada beberapa temuan yang perlu menjadi perhatian kita semua, terutama pemerintah," ujar Sumadi M.S., Ketua Dewan Juri Kontes Sapi Lokal se-Jawa DIY.
Pertama, para petugas peternakan di daerah perlu dibekali dengan ilmu pemuliaan praktis, terkait dengan upaya peningkatan mutu ternak dan produktivitas peternakan.
Langkah ini juga sangat menentukan arah inseminasi buatan (IB) dalam rangka mendorong peningkatan pasokan sapi ternak untuk menunjang swasembada daging.
Kedua, Balai Inseminasi Buatan Daerah Semarang (BIBD) di Ungaran dinilai luar biasa, karena hampir semua sapi Ongole dan ternak peserta kontes tersebut ternyata memiliki garis genetika yang berasal dari balai ini.
Ketiga, adanya risiko inbreeding, karena adanya kecenderungan strow yang bertahan lama di satu daerah. Oleh karena itu, jangan sampai strow bertahan di satu daerah lebih dari 2-3 tahun.
"Terkait dengan inseminasi buatan, penggunaan nomor strow perlu dirotasi antardaerah," katanya.
Keempat, banyak sapi-sapi muda yang bagus dan unggul menjadi bibit, seperti Kebumen, keluar daerah, karena ketidak-tahuan petani di satu sisi dan kebutuhan dana di sisi lain. Padahal sapi-sapi itu potensial untuk menjadi bakal induk dan bibit unggul.
Kelima, dari sisi genetik tidak ditemukan sapi lokal jenis Ongole yang murni 100%. Dengan demikian, peserta kontes sapi jenis Ongole yang mengikuti kontes lokal lebih tepat disebut sebagai Peranakan Ongole (PO) berdasarkan ciri eksterior, dan ciri lainnya.