Bisnis.com, JAKARTA -- Perum Damri menilai kebijakan penaikan tarif angkutan umum maksimal 10% belum mampu menutup dampak kenaikan harga BBM.
Pemerintah telah mencabut bahan bakar bersubdisi yang berdampak pada penaikan harga BBM bersubsidi Rp2.000. Kementerian Perhubungan merespons dengan menerbitkan kebijakan penaikan tarif angkutan umum maksimal 10%.
Direktur Utama Perum Damri Agus S. Subrata mengatakan penaikan tarif Damri baru terjadi di daerah Ponorogo sebesar 10% setelah Pemda setempat memastikan besaran penaikan tarif bagi angkutan kota dalam provinsi (AKDP) kelas ekonomi, sedangkan pada provinsi lain, armada Damri masih menggunakan tarif yang berlaku lama.
"Kami masih pakai tarif lama. Hanya seperti di Ponorogo itu yang menaikkan tarif 10%," katanya, Rabu (19/11/2014).
Secara umum, katanya, penaikan tarif angkutan umum maksimal 10% itu belum memadai untuk mengurangi imbas penaikan BBM.
Alasannya, karena belum memperhitungkan sederet biaya yang ikut terkerek akibat penaikan harga BBM. Biaya itu seperti pada biaya perawatan armada dan spare part kendaraan.
Namun demikian, perum belum memiliki angka berapa besaran pasti kenaikan tarif yang mampu menutup imbas dari kenaikan BBM, mengingat perusahaan harus melakukan kajian komperhensif pada 349 trayek yang saat ini dilayani Damri.
Dia pun memprediksi pendapatan Damri akan tergerus bahkan berpotensi rugi jika tidak dilakukan penaikan tarif hingga tahun depan.
Perhitungan Perum, pada tahun depan akumulasi biaya konsumsi bahan bakar seluruh armada selama setahun mencapai Rp126 miliar.
Dengan asumsi itu, katanya, Perum harus mengeluarkan akumulasi biaya konsumsi bahan bakar Rp10,5 miliar per bulan.
"Kami harus bijak. Kami kepanjangan pemerintah tapi kami juga Organda. Kami harus koordinasi di Dishub setempat dan Organda. Dari pemerintah sendiri, misalnya instruksikan angkutan ke bandara tidak boleh setop operasi. Sampai saat ini aman-aman saja," ujarnya.
Pada sisi lain, Kemenhub berjanji akan membantu operator angkutan umum mengusulkan pemberian insentif fiskal dan nonfiskal kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.
Usulan kepada Kemenkeu meliputi pembebasan PPN dan bea masuk untuk suku candang tertentu seperti ban, oli, kampas rem, pelat kopling dan mesin dengan mekanisme BM-DTP (bea masuk ditanggung pemerintah).
Pembebasan PPN juga diharapkan bisa dikenakan terhadap setiap produksi kendaraan baru di dalam negeri yang akan dipakai untuk angkutan umum.
Adapun, usulan kepada Kementerian Dalam Negeri seperti pengurangan bea balik nama (BBN) dan pajak tahunan kendaraan angkutan umum (PKB) sebesar 50% dari tarif yang berlaku.
Selain itu, pemerintah akan memfasilitasi akses kepada perbankan untuk peremajaan angkutan umum.
Agus mengatakan, Perum Damri yang juga perpanjangan tangan dari pemerintah mengharapkan kebijakan itu dapat terealisasi, sehingga dampak beban yang ditanggung operator angkutan umum dapat diminimalisasi.
"Kami juga menunggu kebijakan pemerintah terkait spare part dan pajak," ujarnya.